Minggu, 20 Januari 2013

Jakarta Dikepung 13 Sungai (1)

Jalan Ring Road Cengkareng, Jakbar, terputus karena
banjir, Kamis (17/1). Foto: Suprapto
AKHIR-akhir ini, kita sering mendengar kata-kata siaga. Kata ini makin sering terdengar mana kala dikaitkan dengan tinggi muka air (TMA). Berita teranyar menyebutkan, Sungai Ciliwung dalam keadaan siaga I karena TMA di Bendung Katulampa 210 sentimeter.
Pertanyaan muncul, apa sih arti siaga? Apa pula maksud siaga I. Ada juga siaga IV, siaga III, siaga II? Apa dan bagaimana pula konsekuensinya bagi warga dan aparat terkait? Mengapa istilah-istilah itu ada? Siapa yang bertanggung jawab? Dan, berbagai pertanyaan lainnya lagi.
Berikut ini saya akan mencoba menuliskan secara ringkas dan berseri tentang maksud dan pengertian itu semua. Sebagian tulisan diambil berdasarkan pengamatan dan pengalaman penulis serta dicuplik dari buku Pedoman Siaga Banjir Provinsi DKI Jakarta. Buku diterbitkan oleh Dinas Pekerjaan Umum (DPU) DKI Jakarta tahun 2009. 
Sebagian tulisan juga dilengkapi informasi dari Pedoman Penyusunan Sistem Peringatan Dini dan Evakuasi untuk Banjir Bandang yang dikeluarkan oleh Kementerian Pekerjaan Umum serta sumber-sumber lain yang terkait dengan penanganan banjir.
Kita mulai dari mengenal Jakarta. Semula, wilayah Ibu Kota ini hanya 578 km2. Kemudian, dengan bertambahnya beberapa wilayah ke Jakarta, maka kini luasnya menjadi 661,52 km2. Jika ditambah dengan daerah aliran 13 sungai (Jabodetabek), makan luas wilayahnya menjadi 1.500 km2.
Ke-13 sungai atau kali yang  melewati Jakarta adalah Kali Mookevart (di pinggir Jalan Daan Mogot, sebagian besar melintasi  barat Jakarta), Kali Angke (melintasi wilayah selatan dan barat Jakarta), Pesanggrahan(melintasi wilayah selatan dan barat), dan Grogol (selatan dan barat), Krukut (selatan, tengah), Baru Barat (tengah), Ciliwung (selatan, timur, dan tengah), Baru Timur (tengah, selatan, dan timur), Cipinang (timur dan tengah), Sunter  (timur dan tengah), Buaran (timur), Jatikramat (timur), dan Kali Cakung (timur).
Kali atau sungai-sungai  itu pada akhirnya bermuara di teluk Jakarta. Ada yang langsung sampai ke laut, ada pula yang harus terhubung dengan Kanal Banjir  Barat, Kanal Banjir Timur, Cengkareng Drain, dan Cakung Drain.
Sungai-sungai tersebut selain berada di wilayah Jakarta, juga melintasi wilayah Jawa Barat (Kab/Kota Bogor, Kota Depok, Kab/Kota Bekasi), dan Banten (Kab/Kota Tangerang).
Dalam Buku Pedoman Siaga Banjir Provinsi DKI Jakarta disebutkan, jumlah itu tidak termasuk kali-kali kecil seperti Kali Kreo, Kali Meruya, Ulujami, Tanjungan, Kamal, Sekretaris (barat Jakarta), Ciragil, Mampang, Cideng, Pasarminggu, Bata, Bukitduri, Surabaya, Gresik, Muaraangke, Besar, Cibubur , Pakin, Mati, dan Muarakarang (tengah Jakarta), serta Kali Utan Kayu, Sentiong, Pademangan barat, Pademangan timur, Lagoa, Koja, Pinang, Cakung Lama, dan Kali Petukangan,  di timur Jakarta.
Sekadar tambahan data, selain wilayahnya yang makin luas, jumlah penduduk Jakarta pun terus bertambah. Tahun 1930 tercatat 533.000 orang, 1960-an 4 juta jiwa, 2008 sekitar 9 juta jiwa, dan tahun 2010 hasil Sensus Penduduk Badan Pusat Statistik (BPS) jumlah penduduk Jakarta  mencapai  9.604.329 jiwa yang terdiri atas 4.869.203 laki-laki dan 4.735.126 perempuan.
Sampai September  2012, jumlah penduduk miskin (penduduk yang berada di bawah Garis Kemiskinan) sebesar 366.770 (3,70 persen). Dibandingkan dengan penduduk miskin pada bulan Maret 2012 yang berjumlah 363.200 (3,69 persen), berarti jumlah penduduk miskin naik sebesar 3.570 orang.
Suprapto

Tidak ada komentar:

Posting Komentar