Rabu, 16 Juli 2014

Bowo yang Ini Lebih Gentleman Dalam Hadapi Jokowi


SELEPAS matahari tergelincir ke barat, Kamis, 20 September 2012, rumah dinas Gubernur DKI Jakarta di kawasan Taman Suropati,  Menteng, Jakarta Pusat, dipadati sejumlah pendukung Fauzi Bowo. Ada Mayjen Purn Nachrowi Ramli, mantan Menteri Otonomi Daerah Prof Ryaas Rasyid, pakar pendidikan yang juga besan Fauzi Bowo, Prof Arief Rachman Hakim, Direktur Eksekutif Jaringan Suara Indonesia Widdi Aswindi, serta anggota inti tim sukses  Foke –panggilan Fauzi Bowo. Istri, anak, menantu, dan cucu juga ikut bergabung.

Melalui sebuah televisi, mereka monitor perkembangan hasil Pemilihan Gubernur (Pilgub) DKI 2012 hasil hitung cepat lembaga survey. Pada tahap awal, suara kedua pasangan calon, yaitu Fauzi Bowo-Nachrowi Ramli (Foke-Nara) dan Jokow Widodo-Basuki Tjahaja Purnama (Jokowi-Ahok) tak beda terlalu jauh. Foke-Nara adalah pasangan nomor urut 1 yang meraih suara 34,05 perse dan Jokowi-Ahok adalah pasangan nomor urut 3 yang meraih 42,6 persen pada putaran pertama. Sesuai UU 29 tahun 2007 tentang Provinsi DKI Jakarta sebagai Ibu Kota Negara Republik Indonesia maka pemenang Pilgub DKI Jakarta adalah pasangan calon yang meraih suara 50 persen lebih.

Begitu suara Jokowi-Ahok terus di atas Foke-Nara, suasana makin tegang. Jarum jam menunjukkan pukul 13.30. Suara Foke-Nara makin tertinggal. Meski hitung baru mendekati angka 90 persen, Foke langsung memerintahkan anakbuahnya untuk  menghubungi Jokowi. Dia ingin segera mengucapkan selamat. Tetapi, permintaan itu dicegah beberapa anggota tim suksesnya. Mereka beranggapan, pertandingan belum berakhir. Mengucapkan selamat berarti mengakui kekalahan. Rupanya, beberapa anggota tim sukses tengah menyiapkan strategi lain agar sang jago tetap bertengger di Balai Kota DKI.

Foke bertanya ke Widdi yang merupakan konsultan politiknya. Dia diminta menjelaskan apa arti hitung cepat dan apa pula konsekuensinya. Apakah masih mungkin hasilnya akan berubah dan membalik keadaan. Widdi menjelaskan, dengan selisih angka yang begitu tinggi dan margin error yang kecil, maka sangat tidak mungkin hasil hitung cepat akan  berbeda total dengan hasil sesungguhnya. Dalam pengetahuan Widdi, kasus perbedaan antara hitung cepat dan hasil sesungguhnya  hanya pernah terjadi sekali, di Aceh.

Begitu dijelaskan Widdi, anggota tim sukses diam. Foke tetap meneruskan rencananya untuk mengucapkan selamat meski penghitungan quick count belum selesai. “Selisih lima menit dalam keadaan seperti sekarang sangat berarti,” ujar Foke. Dia mengangkat telepon dan tak begitu lama kemudian mengatakan, ” Mas Jokowi, selamat atas kemenangan ini. Saya berharap Anda dan Pak Basuki sukses. Ini kembang demokrasi. Saya titip Jakarta, semoga lebih baik dan lebih maju.”

Suasana makin tegang. Beberapa yang hadir, tak kuasa matanya berkaca-kaca. Meski demikian, Foke tetap tegar. Dia kemudian meminta kertas untuk menulis sejumlah poin dan meminta anggota tim suksesnya untuk menyiapkan jumpa pers. Seperti biasa, lokasi press conference adalah di markas mereka, Dipo 61, di Jalan Diponegoro No 61, Menteng, Jakarta Pusat. Ini adalah rumah almarhum Sudjono Humardhani, mertua Foke.

Setelah itu, muncul beberapa pembicaraan. Ada usulan yang cukup mengerikan dan bisa menciptakan kekacauan di Jakarta. “Anggota di lapangan siap bergerak. Mereka tinggal menunggu perintah,” ujar salah satu pendukung Foke seperti diucapkan sebuah sumber. Sumber itu menambahkan, beberapa kelompok masyarakat memang sudah stand by di kawasan Pecinan dan pusat perbelanjaan, seperti Pinangsia dan Glodok, Jakarta Barat.

Ada pula yang mencoba mengusulkan cara-cara lain untuk menggagalkan hasil Pilgub DKI putaran kedua. “Misalkan Pak Jokowi meninggal, apakah bisa diulang,” tambah sumber itu. Susana makin tegang. Tetapi, Foke tetap berusaha tenang. Ia kemudian mengingatkan anggota tim sukses dan pendukungnya  untuk menerima pilihan warga Jakarta. Apa pun hasil akhirnya, harus tetap dihormati.

Suasana berbeda terjadi di markas Jokowi-Ahok di Jalan Borobudur No 22, Menteng. Di sini, Jokowi dan pendukungnya bersuka ria. Mereka menyaksikan hitung cepat melalui televisi  sambil menyanyikan lagu kelompok musik Queen berjudul We Are the Champions. Kadang muncul yel-yel berbunyi, “Jokowi-Ahok Siapa yang Punya” berulang-ulang.  Sebagian besar  yang hadir memakai kemeja kotak-kotak, baju ‘kebesaran’ pasangan Jokowi-Ahok. Suarana kegembiraan berlangsung hingga malam.

Ucapan selamat Foke terhadap Jokowi tak begitu lama kemudian menyebar baik melalui media sosial maupun media online. Berbagai tanggapan bermunculan. Tetapi, Jokowi tetap mengingatkan para pendukungnya agar tetap bersikap santun. Tidak perlu pawai kemenangan. Kepada Ahok, Jokowi juga berpesan agar tetap berkomentar yang baik dalam menanggapi pertanyaan wartawan terkait kemenangan Pilgub DKI Jakarta. Jangan sampai suasana yang kondusif berubah hanya karena dipicu pernyataan yang menyakitkan kelompok yang kalah.

Lembaga Survei
Jokowi-Ahok (%)
Foke-Nara (%)
Lembaga Survei Indonesia
53,81
46,19
Lingkaran Survei Indonesia
53,68
46,32
Indo Barometer
54,11
45,89
Jaringan Suara Indonesia
53,28
46,71
MNC Research
52,49
47,51
Kompas
52,97
47,03

Gambar 1: Hasil Hitung Cepat Pilgub DKI Putaran Kedua Enam Lembaga Survei


Sikap Negarawan
Apa yang dilakukan Foke dan juga Jokowi dalam menyikapi hasil Pilgub DKI 2012 adalah sikap seorang negarawan. Dalam pengamatan penulis, sangat sedikit –malah bisa dibilang tidak ada—peserta  pemilihan kepala daerah  yang dinyatakan kalah lewat hasil hitung cepat pada hari pertama pemungutan suara langsung mengucapkan selamat kepada lawan politiknya. Bahkan pemilihan Presiden yang mestinya para kandidatnya menjadi contoh rakyat Indonesia, tidak ada yang secara gentle mengucapkan selamat begitu pemungutan suara selesai.

Yang muncul saat ini justru sikap tidak puas dan tidak menerima hasil pilihan rakyat. Para kandidat yang kalah mencari-cari kesalahan pemenang dan kemudian membuat pernyataan lewat media massa. Mereka juga mengerahkan massa untuk berunjuk rasa. Anggota tim sukses mencari berbagai dalih untuk kemudian mengajukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi. Kalau pun  tidak melakukan gugatan, terkadang mereka tidak mau meneken hasil penghitungan suara resmi yang dilakukan Komisi Pemilihan Umum (KPU). Buntutnya, rakyat marah yang di beberapa daerah malah memicu kerusuhan.

”Kami sadar, dalam setiap kompetisi ada yang menang, ada yang kalah. Ada yang terpilih dan tidak terpilih. Mari kita junjung proses demokrasi yang menentukan gubernur dan wakil gubernur DKI Jakarta 2012-2017. Kepada masyarakat, saya imbau jaga ketenangan karena kemenangan ini adalah milik kota Jakarta. Saya ajak warga Jakarta untuk menyikapi hasil pilkada dengan baik,” ujar Fauzi (Kompas, 21 September 2012).

Acungan jempol dan komentar bernada positif pun bermunculan. "Saya mengucapkan selamat kepada Jokowi beserta rekan-rekan pendukung dan pemilihnya dan salut kepada Fauzi Bowo yang menunjukkan kepemimpinan sejati dalam berdemokrasi," kata anggota DPR dari  Partai Demokrat Ingrid Kansil.

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengapresiasi peran warga DKI Jakarta dalam pemilihan kepala daerah yang berlangsung aman dan tertib. Presiden meminta agar keamanan dan ketertiban tetap dijaga, hingga tahapan pilkada selesai dan gubernur terpilih dapat melanjutkan pembangunan Jakarta. Keamanan Jakarta adalah barometer keamanan nasional.

Meski secara politik berlawanan, Ketua DPD Partai Gerindra DKI Jakarta, M Taufik, memuji sikap Fauzi dan Jokowi sebagai sikap seorang negarawan. Teladan itu mesti menjadi contoh bagi seluruh rakyat Indonesia. Inilah cara berdemokrasi Negara besar. Cara berdemokrasi yang benar. Demokrasi memang berkompetisi. Tetapi, begitu rakyat telah menjatuhkan pilihan, semuanya harus legowo.

“Saya menaruh  hormat kepada Pak Fauzi yang telah membuka mata dunia bahwa Pilgub DKI Jakarta adalah contoh cara berdemokrasi yang sesungguhnya. Semua tahu persaingan begitu ketat. Suhu politik begitu panas. Isu SARA bermunculan dan terus dikipas oleh kelompok tertentu. Dan saya tahu, beberapa kelompok massa juga siap bergerak untuk menciptakan kerusuhan. Tetapi, Pak Fauzi tetap berkelapa dingin dan langsung mengakui kemenangan Jokowi-Ahok pada hari pertama pemungutan suara,” ujarnya kepada penulis.

Kapolda Metro Jaya Inspektur Jenderal Untung S Rajab pun memberikan  penghargaan dan terima kasih kepada warga  Jakarta yang sudah melaksanakan pencoblosan dan penghitungan suara dengan tertib. Kepada kedua cagub, kapolda juga memberikan apresiasi yang luar biasa. Ucapan selamat Fauzi kepada Jokowi dan pernyatan Jokowi yang meminta pendukungnya untuk menghormati Fauzi Bowo dan pendukungnya, bisa menjadi contoh bagi pilkada di daerah lain. Sikap itu menjadi salah satu kunci dalam menciptakan suasana  keamanan di Jakarta menjadi kondusif, selain karena kesiagaan aparat dan peran serta aktif masyarakat.

Pilgub  DKI menjadi contoh besar bagi pemilihan kepala daerah di seluruh Tanah Air. Kerja sama yang baik dilakukan oleh pasangan yang menang dan kalah untuk  membangun Jakarta ke depan. Itulah sikap petarung sejati. Mereka tetap menjunjung tinggi sportivitas. Meski persaingan begitu ketat dan hingga ‘berdarah-darah’, tetapi begitu hasil akhir telah diputuskan, keduanya sama-sama menerima. Sikap yang menang tidak ngasorake, dan yang kalah tidak merasa terhina.

Tulisan ini adalah artikel berjudul "Suram di Suropati Meriah di Borobudur" yang saya ambil dari buku berjudul "Rakyat Tak Percaya Parpol, Plus Minus Pilgub DKI Jakarta' yang ditulis Suprapto dan diterbitkan Februari 2013.