Senin, 07 Agustus 2017

Tip Hidup Sehat Perhatikan Hindari 3R Ini, R Terakhir Paling Mengerikan


Senin (7/8/2017), seorang petugas di bagian  electrocardiogram (ECG) -- tes medis untuk mendeteksi kelainan jantung-- yang ditugasi memeriksa kesehatan jantung, memasang kabel-kabel di tubuh saya. Sambil menjepitkan penjepit mulai dari kedua kaki sampai di bagian dada kiri dan kanan, perut, dan pinggang, petugas medis dari sebuah rumah sakit (RS) swasta di bilangan Jakarta Barat itu bercerita pengalamannya di bagian ICCU RS itu.

“Sekarang, para penderita jantung tidak lagi orang tua seperti dulu. Anak-anak muda, mereka yang berusia 30-an sudah banyak terkena serangan jantung. Kebetulan saya di bagian ICCU, sering menangani pasien jantung tersebut,” ujar petugas itu.

Pernyataan itu keluar setelah ia menanyakan kebiasaan yang banyak dilakukan oleh sebagian penderita penyakit jantung tersebut. Pertanyaan yang pertama dia sampaikan tentu saja adalah, “Anda merokok atau tidak?” Setelah itu disusul pertanyaan, “Ada minum minuman keras apa tidak?” Kemudian dilanjutkan pernyataan yang bersifat saran, “Jangan lupa olahraga secara rutin, bisa jalan kaki atau lainnya.”

Saya tentu tidak diam saja mendengar pertanyaan tersebut. Sambil menjawab pertanyaan tersebut, saya juga balik bertanya, “Apa pengaruh merokok terhadap kesehatan jantung?” Meskipun jawabannya sudah sering saya dengar dan relatif sama, termasuk dari dokter ahli jantung, setiap ada kesempatan bertanya kepada petugas medis terkait merokok itu, biasanya saya tanya lagi.

Kenapa pertanyaan itu saya lakukan berulang-ulang, karena sebagian saudara, teman, sahabat, dan para perokok itu selalu saja tidak percaya bila kita sampaikan bahwa salah satu penyebab sakit jantung adalah kebiasaan menghisap racun tersebut. Mereka selalu saja mencari pembenar atas perbuatannya tersebut.

Ah kalau mau mati, dokter yang tidak merokok juga bisa mati kalau memang sudah takdirnya. Ah, buktinya orangtua kita di kampung umurnya panjang meski dia merokok. Lha, kalau kita tidak merokok, nanti negara kehilangan pendapatan dari cukai sehingga tidak bisa membangun infrastruktur, membangun jalan, jembatan, dll. Dan berbagai jawaban pembenar lainnya.

Sebenarnya, untuk alasan pembenar itu biasanya saya juga sudah berikan jawabannya. Misalnya soal takdir kematian, saya jelaskan bahwa kalau bicara takdir itu memang wewenang Allah Tuhan YME. Tetapi, soal sehat dan sakit, itu adalah pilihan. Dan pilihannya ada di tangan kita sendiri. Berdasarkan data tahun 2007, para peserta Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas), Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek) dan Asuransi Kesehatan (Askes), lebih dari 20 persen di antaranya adalah perokok.

Selain itu, Allah juga memberikan kelebihan manusia dibandingkan mahluk lainnya adalah kemampuan untuk berpikir, memilih mana baik mana buruk, mana madu mana racun, mana gaya hidup kekinian atau justru kebodohan.

Terkait kebiasaan orangtua di kampung yang berumur panjang, saya menjawab ringan saja. Di kampung (desa), masyarakat –terutama petani-- pada umumnya berpola hidup sehat. Mereka pagi-pagi sudah berjalan kaki atau bersepeda pergi ke sawah atau ladang. Mereka memakan makanan yang pada umumnya masih segar; sayuran, lauk pauk, tempe, buah, atau air putih.

Udara yang mereka hirup pun tidak seperti di Jakarta yang sudah bercampur dengan timbal dan racun dari berbagai jenis asap. Karena itu, kalau pun merokok, mereka masih bisa ‘menutupi’ dengan perilaku hidup sehat lainnya itu. Dengan demikian, racun di dalam tubuh masih bisa ‘diatasi’ oleh kebiasaan sehat lainnya.

Bandingkan dengan pola hidup masyarakat kota; tidur bangun siang, jalan kaki (olahraga) malas, makan pilih junk food, udara yang dihirup penuh polutan, baru tidur kalau sudah tengah malam, ditambah menghisap racun nikotin.

Terkait dengan penghasilan cukai untuk membangun infrastruktur, sebuah penelitian yang dilakukan Lembaga Demografi Universitas Indonesia menyimpulkan bahwa setelah dihitung total, kerugian dari kebiasaan merokok jauh lebih besar dibandingkan penghasilan/keuntungan  yang diraih. Tahun 2010, kerugian ekonomi akibat hilangnya waktu produktif terkait meningkatnya kematian, kesakitan dan disabilitas akibat merokok mencapai Rp 105,3 triliun. Biaya pembelian rokok  Rp138 triliun, biaya rawat inap akibat penyakit terkait rokok Rp1,85 triliun, dan biaya rawat jalan akibat merokok mencapai Rp 260 miliar.

Penerimaan cukai hasil tembakau pada 2010  Rp56 triliun, tapi total kerugian makroekonomi terkait konsumsi rokok mencapai Rp245,4 triliun, atau empat kali lebih besar dari penerimaan cukai hasil tembakau (idionline.org). Karena itu, apa masih mau merasa bahwa para perokok itu adalah pahlawan pembangunan.

Dan yang lebih memprihatikan, jumlah perokok di Indonesia terus meningkat. Tahun 1995 jumlah perokok 34,7 juta perokok dan 2011 naik menjadi 65 juta perokok.  Peneliti Lembaga Demografi FEUI, Abdillah Hasan, mengatakan tahun 1995 diperkirakan ada 33,8 juta perokok laki-laki dan 1,1 juta perokok perempuan. Namun,  tahun 2007  meningkat drastis menjadi 60,4 juta perokok laki-laki dan 4,8 juta perokok perempuan.

Prevalensi merokok pada usia remaja juga sangat mengkhawatirkan, jika  tahun 1995 hanya tujuh persen remaja merokok, lalu 12 tahun kemudian meningkat menjadi 19 persen. Menurut dia, peningkatan yang drastis ini membuktikan betapa efektifnya strategi industri rokok dan betapa lemahnya pemerintah dalam melindungi remaja dari rokok (Republika.co.id, 18 Agustus 2011). Dampak merokok terhadap kesehatan baru akan dirasakan 25 tahun kemudian.

Dosen Marketing The Business School Edinburg Napier University, London, Nathalia C Tjandra menyatakan hampir sebanyak 40 persen perokok aktif di Indonesia berasal dari kalangan remaja laki-laki. Konsumsi rokok Indonesia juga terus naik, bahkan 36,3 persen. Tidak hanya itu 73,3 persen pria di atas 15 tahun pun rentan terhadap rokok (Tempo.co, 21 September 2016).

Kembali kepada pernyataan petugas medis tadi, saya kemudian ingat bahwa masih dalam bulan ini, salah satu teman sejawat saya di kantor, generasi 1980an baru saja terkena serangan  jantung. Dia menjalani operasi pemasangan ring setelah dirawat beberapa hari. Dia pengantin baru. Apakah dia seorang perokok, jawabannya: YA.

Beberapa bulan sebelumnya, teman sejawat saya yang juga masih muda dan usianya 30-an tahun, juga terkena serangan jantung ketika sedang liputan di gedung yang terhormat. Dia tak sadarkan diri dan langsung dilarikan ke RS jantung di bilangan Jalan S Parman, Jakarta Barat. Dia juga langsung menjalani operasi pemasangan ring. Apakah dia perokok, jawabannya: YA.

Sebelumnya, tiga orang teman sejawat saya yang usianya sudah berkepala 4 atau 5 juga terkena serangan jantung dan kemudian dipasang ring. Apakah ketiganya juga perokok, jawabannya: YA. Saya masih bisa memberikan contoh beberapa orang yang saya kenal cukup dekat dan terkena serangan jantung dan orang tersebut sebelumnya juga perokok.

Apakah orang tersebut masih merokok setelah dipasangi ‘cincin sakti’, setahu saya semuanya berhenti, kecuali satu orang yang masih coba-coba merokok lagi karena dia merasa sudah sehat. Para mantan itu pun baru sadar dan mengaku bahwa merokok memang menjadi salah satu faktor utama terkena penyakit jantung. Para mantan itu sebelum terkena serangan jantung pun selalu saja mencari pembenar agar tetap bisa merokok.

Sekarang, sebagai mahluk yang diberikan kelebihan kemampuan berpikir dibandingkan mahluk lain, apakah kita harus terkena serangan jantung dulu baru berhenti merokok? Apakah kita harus ke matahari dulu supaya kita tahu bahwa temperaturnya mencapai 15 juta derajat Celcius? Apakah kita harus memegang api terlebih dulu supaya bisa merasakan panas? Apakah kita harus mati dulu supaya kita bisa tahu bahwa ada syurga dan neraka?  Apakah kita harus memegang setrum dulu supaya kita tahu bagaimana rasanya terkena sengatan listrik?

Wahai saudaraku, sayangilah dirimu sendiri, sayangilah orangtuamu, anak-anakmu yang masih kecil-kecil, istri (istri)mu, dan sanak saudaramu. Berhentilah menyiksa diri. Berhentilah menghisap racun. Dan.... kalau kalian belum bisa berhenti, maka paling tidak janganlah mempertontonkan kebiasaan itu kepada anak-anak, kepada remaja, kepada manusia lain yang ingin hidup lebih sehat. Janganlah memasang foto profi yang tengah merokok atau memegang rokok di facebook, whasapp, BBM, instagram, dan aplikasi media sosial lainnya.

Kalau kita tidak bisa membahagiakan orang-orang tercinta, janganlah kita membuat mereka bersedih.  Ingat, jumlah kematian akibat serangan jantung kini semakin banyak. Para penderita sakit jantung kini tidak hanya orang tua, tetapi sudah dari kalangan anak muda. 

Jadi, perhatikan 3R: Satu Rokok, dua Racun, dan tiga siap-siap pasang Ring jantung, ini yang mengerikan. Jadi: STOP MEROKOK sekarang juga! (pro070817)