JANGAN mati di Jakarta. Kalimat itu terkadang keluar dari mulut
warga yang kesal sulitnya mengurus pemakaman di Ibu Kota. Bukan cuma prosedur
yang berbelit-belit, tapi juga praktik pungutan liar (pungli) masih saja
merebak. Ancaman tindakan tegas’ yang
disampaikan pejabat seperti angin lalu.
Para pelaku pungli di lapangan selalu saja memperbaiki modus
praktiknya. Jika sebelumnya dilakukan oleh aparat berbaju coklat, kini pungli
itu dilakukan oleh para pegawai honorer atau pegawai/karyawan yang dijadikan
mitra.
Sesuai Perda No 1 tahun 2006 tentang Retribusi, sewa lahan atau
retribusi pemakaman untuk tiga tahun pertama paling murah Rp 0 (Blok AIII) dan
termahal Rp 100.000 (blok AAI). Sewa berlaku tiga tahun dan dapat diperpanjang
lagi dengan membayar retribusi sebesar 50 persen dari retribusi untuk tiga
tahun kedua dan 100 persen dari retribusi untuk tiga tahun ketiga.
Tapi, retribusi itu hanya ada di atas kertas. Hasil investigasi Warta
Kota, di lapangan, tarif berlaku sesuai permintaan petugas pemakaman. Di
TPU Tegal Alur, Jakarta barat, kelas AAI sekitar Rp 2 juta-Rp 3 juta.
Tergantung negosiasi. Di TPU Karet Bivak, Jakarta Pusat, tarifnya mencapai Rp
4,5 juta. Di TPU Joglo, Jakarta Barat, dan TPU Petamburan, Jakarta Pusat, tarif
mencapai Rp 5 juta. Jika dikaitkan dengan retribusi resmi, berarti terjadi
kenaikan ribuan persen. Petugas pemakaman biasanya tak akan memberikan kuitansi
sebesar uang yang diterima.
Dinas Pertamanan dan Pemakaman (Distamkan) DKI membantah
adanya praktik pungli di TPU yang dilakukan petugas resmi. Kepala Distamkan DKI
Catharina Suryowati mengakui seringkali ahli waris membayar
dengan uang yang banyak pada saat memakamkan keluarganya. "Namun itu semua
bukan dilakukan oleh petugas TPU melainkan orang‑orang yang mencari
keuntungan," ujarnya.
Dia mengakui dulu masih ada ahli waris yang membayar hingga Rp 5
juta untuk biaya pemakaman. Tetapi, uang itu diberikan kepada calo atau yang
disebut sebagai mitra. "Dulu memang disebutnya mitra sehingga biaya bisa
membengkak hingga Rp 5 juta. Tapi di bawah kepemimpinan saya, tidak ada lagi
itu mitra. Mereka bukan mitra kerja kita, uangnya juga bukan masuk ke
DKI," tegasnya.
Dinas Pertamanan dan Pemakaman (Distamkan) DKI
Penyebab masih maraknya pungli di TPU, kata Anggota Komisi D
DPRD DKI, Syahrial, karena lemahnya pengawasan.
"Lemahnya pengawasan oleh jajaran Pemprov DKI membuat pungli TPU
merajalela. Ini lah yang disebut orang mati pun masih diperjualbelikan,"
tegasnya.
Pengamat perkotaan Yayat Supriyatna berpendapat, semua area
TPU di Jakarta sudah dikuasai oleh warga dan preman setempat. Mereka lebih tahu
lokasi mana yang kosong dan bisa digali untuk makam. "Dinas Pertamanan
memang tidak bisa berbuat banyak, para mitra yang tidak resmi ini menguasai dan
berhubungan langsung dengan para ahli waris," tuturnya.
Hingga Rp 10 juta
Sementara itu, para petugas di TPU biasanya tidak langsung
menyebutkan angka biaya pemakaman ketika ditanya. Mereka hanya mengatakan biaya
seperti biasa. Barulah ketika didesak, mereka menyebutkan jumlah tertentu
sambil diembel-embeli dengan perkataan murah, yang lain biasanya lebih mahal,
atau ini biaya seperti biasa.
"Kalau yang AAI Rp 2 jutaan. Tetapi, kalau mau ngasih lebih
lagi juga nggak apa-apa. Kalau terpaksa nggak ada duit, ya nanti
bisa dibicarakan lagi," ujar
seorang petugas yang mengaku mitra di TPU Tegalalur, Jakbar, pekan lalu.
Seorang petugas di TPU Joglo tak mau menyebut biaya pemakaman. Dia
kemudian mengantarkan Warta Kota menemui seseorang berjaket jins yang
biasa langsung berhubungan dengan ahli waris. Orang tersebut menyebut angka Rp
5 juta untuk biaya pemakaman di blok AAI
untuk agama Kristen. "Yah, kalo di
sini mahal. Rp 5 juta ke atas lah. Nanti kuitansinya bisa dibuatkan kalau
mau," ujar pria itu sembari tersenyum masam.
Menurutnya, biaya itu sudah termasuk murah karena untuk
membayar sewa tenda, kursi, batu nisan, dan rumput, serta tukang gali makam.
Padahal, Dinas Pertamanan dan Pemakaman (Distamkan DKI) telah mengalokasikan
dana khusus untuk biaya gali makam sebesar Rp 300.000 per lubang. Biaya itu
tidak jelas apakah sampai ke tukang gali atau berhenti di tempat tertentu.
Ujang (53), petugas di TPU Petamburan, mengatakan, biaya
pemakaman untuk lubang baru sekitar Rp 5,5 juta. Biaya ini sudah termasuk untuk
pemasangan rumput, nisan, dan tenda untuk prosesi penguburan. Tetapi, kalau
ingin dimakamkan di lokasi yang strategis dan mesti membongkar makam lama,
biayanya membengkak hingga Rp 10 juta.
Memang ada juga biaya pemakaman yang masih di bawah Rp 1
juta, terutama untuk lokasi makam yang tidak strategis dan berada di Blok A I
atau AII. Tetapi, lokasinya tak terawat, kotor, dan ditumbuhi rumput yang
tinggi-tinggi.
Distamkan DKI tidak hanya lemah dalam melakukan pengawasan,
tetapi juga lemah dalam pendataan dan administrasi. Data jumlah warga yang
dimakamkan pun tidak tersedia secara lengkap. Tahun 2011, dari 78 lokasi TPU di
DKI Jakarta, 13 TPU di antaranya tidak melaporkan jumlah pemakaman. Bahkan ada
salah satu Suku Distamkan yang data dalam setahun hanya diisi beberapa bulan.
Berdasarkan data Distamkan DKI yang tidak akurat itu,
setahun sekitar 28.000 orang meninggal dunia. Jika ahli waris setiap orang yang
meninggal itu rata-rata diminta membayar Rp 2 juta, berarti peredaran uang yang
tidak jelas pertanggungjawabannya di TPU per tahun adalah Rp 5,6 miliar.
BIAYA RESMI PEMAKAMAN
Blok
AAI Sebesar Rp. 100.000
Blok
AAII Sebesar Rp. 80.000
Blok
AI Sebesar Rp. 60.000
Blok
AII Sebesar Rp. 40.000
Blok
AIII Sebesar Rp. 0
Sumber: Perda No 1 tahun 2006 tentang Retribusi
Catatan: Sewa untuk tiga tahun pertama