BUKAN hanya karena sebagai Ibu Kota maka Jakarta beda dengan daerah
lain. Struktur pemerintahan, otonomi daerah, dan cara penentuan pemenang dalam
Pemilukada kota yang lahir pada 22 Juni 1527 ini pun
diatur tersendiri. Tulisan berikut menjelaskan landasan hukum perbedaan tersebut.
Pada 11 Juli 2012 akan digelar pemungutan suara Pemilukada DKI Jakarta
putaran pertama. Ada enam pasangan calon gubernur dan wakil gubernur yang siap
berlaga dalam pesta demokrasi lokal Jakarta, yaitu dua pasangan dari jalur
perorangan (independen) dan empat pasangan dari jalur partai politik (parpol).Komisi
Pemilihan Umum (KPU) DKI Jakarta memiliki waktu tujuh hari dari 20-26 Maret
2012 untuk memverifikasi berkas pencalonan. Tanggal 27 Maret 2012, KPU DKI akan
mengembalikan berkas kepada calon yang belum lengkap persyaratannya.
Dua pasangan calon dari jalur perorangan adalah Faisal Basri
Batubara-Biem Triani Benjamin dan Mayjen (Purn) Hendardji Soepandji-Ahmad Riza Patria.
Empat pasangan calon dari parpol atau gabungan parpol adalah Alex Nurdin-Letjen
(Purn) Nono Sampono, Joko Widodo-Basuki Tjahaja Purnama, Fauzi Bowo-Mayjen
(Purn) Nachrowi Ramli, dan Hidayat Nur Wahid-Didik J Rachbini.
Faisal-Biem mendaftar ke KPU DKI pada Selasa (13/3), Hendardji-Riza
Jumat (16/3), Alex-Nono Minggu (18/3), dan tiga pasang calon lainnya mendaftar
hari yang sama, yaitu Senin (19/3). Jokowi-Basuki sekitar pukul 17.00,
Fauzi-Nachrowi sekitar pukul 22.30, dan setelah itu Hidayat-Didik mendaftar. Tahun ini adalah
untuk kedua kalinya pemilihan langsung gubernur dan wagub di Ibu Kota.
Pemilukada pertama kali di Jakarta adalah tahun 2007. Saat itu ada dua
pasangan calon, yaitu Fauzi Bowo-Mayjen (Purn) Prijanto dan Komjen (Purn) Adang
Daradjatun-Dani Anwar. Fauzi-Prijanto didukung 20 parpol atau setara dengan
72,37 persen akumulasi perolehan suara pada Pemilu 2004, dan Adang -Dani hanya didukung
PKS yang meraih 18 kursi DPRD DKI (24 persen). Jumlah anggota DPRD DKI
2004-2009 adalah 75 orang.
Dari 20 parpol pendukung Foke-Prijanto pada 2007, ada delapan parpol
peraih kursi DPRD DKI. Parpol-parpol itu adalah Partai Demokrat (PD) yang
memiliki 16 anggota di DPRD DKI, Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan
(PDIP) 11, Partai Golkar (PG) 7,
Partai Persatuan Pembangunan (PPP)
7, Partai Amanat Nasional (PAN) 6, Parta Damai Sejahtera (PDS)
4, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB)
4, dan Partai Bintang Reformasi (PBR) 2. Jika dihitung perolehan kursi
di DPRD DKI, maka dukungan terhadap Fauzi-Prijanto saat itu sebanyak 76 persen
suara.
Fauzi gagal mengulangi sukses tahun 2007 yang bisa mengumpukan semua
parpol peraih kursi DPRD --kecuali PKS. Saat ini Fauzi-Nachrowi
didukung delapan parpol yaitu Partai Demokrat-PAN-Hanura-PKB-PDS
(peraih 41 kursi DPRD) dan PBB-PKDI, PMB (nonparlemen). Alex-Nono
didukung tiga parpol, yaitu Partai Golkar-PPP-PDS (peraih 18 kursi
DPRD), Joko-Basuki didukung lima parpol, yaitu PDIP-Gerindra (peraih 17
kursi DPRD) dan PBR-PNI Marhaenis-Partai Pelopor (nonparlemen), serta
pasangan Hidayat-Didik yang didukung PKS (peraih 18 kursi DPRD). Jumlah
kursi DPRD DKI 2009-2014 adalah 94 orang.
Sejak berlakunya UU No 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, sistem
pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah tidak lagi dilakukan oleh DPRD
seperti terjadi pada era Orde Baru dan rera reformasi ketika masih menggunakan UU No
22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah. Ayat 4 Pasal 18 UUD 1945 hasil
amandemen kedua (2002) menyebutkan, “Gubernur,
Bupati, dan Walikota masing-masing sebagai kepala daerah pemerintahan provinsi,
kabupaten, dan kota dipilih secara demokratis.” Pasal ini yang kemudian
menjadi dasar sistem pemilihan kepala daerah yang sebelulmnya dilakukan oleh
DPRD menjadi dipilih secara langsung oleh rakyat seperti diatur dalam UU No
32/2004. Sejak saat itu muncul istilah Pilkadal atau pemilihan kepala
daerah langsung.
Tahun 2007, setelah berlakunya UU No 22 tahun 2007 tentang
Penyelenggaraan Pemilihan Umum, pilkadal atau pilkada masuk dalam rezim pemilu
sehingga secara resmi istilahnya pun berubah menjadi Pemilihan Umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah (Pemilukada).
Pemilukada yang pertama kali diselenggarakan berdasarkan UU No 22/2007 adalah
Pemilukada DKI Jakarta 2007.
Karena kekhususannya sebagai Ibu Kota, DKI Jakarta juga memiliki UU
sendiri, yaitu UU No 29 tahun 2007 tentang Pemerintah Provinsi DKI Jakarta
sebagai Ibu Kota Negara Kesatuan Republik Indonesia. UU ini antara lain
mengatur beberapa keistimewaan atau perbedaan Jakarta dengan daerah lain,
seperti tidak memiliki DPRD II, otonominya hanya di tingkat provinsi, adanya
deputi gubernur, dan termasuk di antaranya sistem Pemilukadanya.
Dalam UU No 32 tahun 2004
disebutkan, Pasangan calon yang
memperoleh suara lebih dari 50 % jumlah suara sah ditetapkan sebagai pasangan
calon terpilih. Apabila tidak ada yang memperoleh suara 50 %, pasangan
calon yang memperoleh
suara lebih dari 25% dari jumlah suara sah, pasangan
calon yang perolehan suaranya terbesar dinyatakan sebagai pasangan calon
terpilih. Tetapi,
khusus untuk DKI Jakarta, syarat untuk ditetapkan sebagai pemenang Pemilukada
harus memperoleh suara lebih dari 50 persen.
Ketentuan pemenang Pemilukada
di DKI Jakarta diatur dalam Pasal 11 UU No 29 tahun 2007. Ayat (1) pasal ini
berbunyi: Pasangan calon gubernur dan
wakil gubernur yang memeperoleh suara
lebih dari 50 persen, ditetapkan sebagai gubernur dan wakil gubernur terpilih.
Ayat (2) berbunyi: Dalam hal tidak ada
pasangan calon gubernur dan wakil gubernur yang memperoleh suara sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), diadakan pemilihan gubernur dan wakil gubernur putaran
kedua yang diikuti oleh pasangan calon yang memperoleh suara terbanyak pertama
dan kedua pada putaran pertama.
Dari sini jelaslah bahwa untuk bisa menjadi DKI 1 dan DKI 2, maka pasangan calon harus mampu meraih dukungan
mayoritas. Berdasarkan data Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Dukcapil) DKI
Jakarta, Daftar Penduduk Potensial Pemilih Pemilu (DP4) di Jakarta tahun 2012 ini
adalah 7.545.989 jiwa. Dari jumlah pemilih potensial itu, untuk kategori perempuan adalah 3.678.745 orang dan laki-laki
3.867.244 orang. KPU segera menyusun daftar pemilih sementara (DPS) dan akan
diumumkan kepada masyarakat untuk verifikasi data. DPS itu akan diverifikasi
lagi sebelum ditetapkan menjadi daftar pemilih tetap (DPT). DPT ini akan
diumumkan pada pertengahan Mei 2012.
Degan
asumsi DP4 menjadi DPT dan kemudian mereka semua menyalurkan haki pilihnya,
maka untuk bisa meraih kemenangan di Jakarta minimal meraih dukungan 3.7729945
suara. Jadi, Jakarta memeng beda sehingga butuh kerja keras untuk memenangi
pesta demokrasi lokal ini.
Silakan Memilih!
Palmerah,
210312
**pro**
Tidak ada komentar:
Posting Komentar