Ketua Gerindra DKI M Taufikdidamping Jokowi dan Ahok |
UNDANG-undang (UU) No 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah menyebutkan, pejabat karier tertinggi di lingkungan pemerintah daerah adalah sekretaris daerah (sekda).
Di lingkungan pemerintah kota (pemkot) ada sekretaris daerah kota, di pemerintah kabupaten (pemkab) ada sekretaris daerah kabupaten, dan sekretaris daerah provinsi untuk pemerintah provinsi.
Karena sekda adalah
puncak jabatan karier birokrat daerah sehingga tak mengherankan jika
para pejabat ‘ngiler’ menduduki posisi tersebut. Menjadi sekda
sesungguhnya mengendalikan aktivitas pemerintahan daerah (pemda). Sekda
adalah kuasa pemegang anggaran. Artinya, semua pemasukan dan pengeluaran
anggaran dan pendapatan belanja daerah (APBD), ada di tangannya.
Kepala daerah dan wakil kepala daerah yang
merupakan jabatan politis biasanya hanya meletakkan arah pemerintahan
dan kegiatan-kegiatan seremonial. Apalagi di era reformasi ini, kita
tahu banyak bupati,
wali kota, dan gubernur serta wakil mereka yang tidak memiliki latar
belakang ilmu pemerintahan. Mereka terpilih karena memiliki tingkat
popularitas yang tinggi dan tentu saja modal yang cukup.
Fokedan Prijanto foto bareng abang-none |
Apalagi, sesuai
dengan UU No 29 tahu 2007 tentang Pemprov DKI Jakarta sebagai Ibu Kota
Negara Kesatuan Republik Indonesia disebutkan, otonomi daerah di Jakarta
hanya ada di tingkat provinsi. Artinya, keputusan atau segala kebijakan
strategis hanya bisa dilakukan di tingkat provinsi. Para wali kota dan
bupati di Jakarta hanya pejabat administratif. Pemkot dan Pemkab di
Jakarta tak memiliki DPRD. Dengan demikian, pemkot dan pemkab di Jakarta tidak bisa membuat peraturan daerah (perda). Semua perda, termasuk Perda APBD, ditetapkan oleh Gubernur dan DPRD DKI Jakarta.
Bukan hanya karena ada UU No 29 tahun 2007 itu saja yang menyebabkan jabatan Sekda Provinsi DKI Jakarta menjadi lebih
seksi dibandingkan sekda di provinsi lain, termasuk di
provinsi-provinsi dengan jumlah penduduk besar di Pulau Jawa dan di
provinsi yang memiliki kekayaan alam melimpah. APBD DKI yang tahun 2013
ini mencapai Rp 41 triliun lebih dan dari tahun ke tahun terus naik itu juga menjadi salah satu daya pikat yang tak kalah menggiurkan.
Gubernur DKI Fauzi Bowo didampingi Fadjar Panjaitan dan Prijanto |
“Jakarta adalah satu provinsi yang memiliki pendapatan asli daerah sangat baik,” ujar Dirjen Pemerintahan Umum Kementerian Dalam Negeri Made Suwandi beberapa waktu lalu. Di
Indonesia hanya 20-an persen pemerintah daerah yang memiliki
kemandarian dari sisi anggaran. Artinya, sebagian besar pemda masih
tergantung dari pemerintah pusat dalam hal anggaran.
Apa hanya itu kewenangan sekda? Tidak! Sekda Pemprov DKI juga menjadi
Ketua Badan Pertimbangan Jabatan dan Kepangkatan (Baperjakat) yang
memiliki kewenangan memutasi para pejabat hingga pejabat eselon dua.
Siapa yang akan diangkat menjadi
kepala dinas, kepala biro, wali kota, dan pejabat lainnya, atau siapa
yang akan dimutasi dari jabatan satu ke jabatan lain, selalu dibahas
dalam baperjakat. Hasilnya kemudian dilaporkan ke gubernur untuk dibuatkan surat keputusannya. Bisa dibayangkan kan bagaimana kekuasaannya?
Karena posisi
strategis itu –dan masih banyak kewenangan lain yang dimiliki sekda—
maka jabatan Sekda Pemprov DKI Jakarta yang kini masih dijabat oleh
Fadjar Panjaitan, menjadi salah satu jabatan yang sejak awal Jokowi-Ahok
ditetapkan sebagai pemenang Pilgub DKI 2012, menjadi bahan omongan
sejumlah pihak. Baik dari kalangan pejabat DKI hingga pusat, para
politisi di tingkat lokal hingga nasional, maupun para pihak yang
mengaku dekat dengan kekuasaan dan merasa berjasa atas terpilihnya Joko
Widodo (Jokowi) sebagai gubernur, mulai kasak-kusuk.
Apalagi, Fadjar
Panjaitan yang dilantik menjadi Sekda pada 5 Oktober 2010 telah
memasuki masa pension. Di samping itu, dia disebut-sebut sebagai salah
satu orang dekat mantan Gubernur DKI Fauzi Bowo yang tentunya menggalang dukungan dari birokrat untuk menyukseskan Foke –panggilan Fauzi Bowo—pada Pilgub lalu. Meski Jokowi bilang bahwa pergantian pejabat adalah wewenangnya, bukan sebuah rahasia bila partai politik maupun sejumlah pihak pendukungnya ikut cawe-cawe dalam penentuan pejabat DKI.
Adanya pihak-pihak
yang mencoba memengaruhi dan ikut menentukan pejabat DKI pun telah
disampaikan secara terang-terangan oleh Ketua Umum PDI Perjuangan
Megawai Soekarnoputri. Dalam Rapat Kerja Nasional (Rakernas) PDI
Perjuangan di Surabaya, Jawa Timur, Mega menyebutnya ada penumpang gelap
yang ikut menikmati kemenangan Jokowi-Basuki Tjahaja Purnama (Ahok).
Ketua DPP PDI Perjuangan Bidang Politik dan Hubungan Antar Lembaga
Tubagus Hasanuddin lebih merinci bahwa penumpang gelap ini berharap
terlalu banyak. “Ada yang titip jadi Ketua Bappeda (Badan Perencana
Pembangunan Daerah), ada yang kasak-kusuk ke wali kota dan wakil wali
kota. Saya dapat info sudah ada DP (down payment) untuk jabatan di pemda," katanya. Tapi, dia tak menyebut siapa pihak yang dimaksud.Ketua DPW Partai Gerindra DKI, M Taufik, mengatakan, Gerindra tak merasa tersendir atas pernyataan Megawati tersebut. Dia juga menyerahkan sepenuhnya kepada Jokowi-Ahok terkait mutasi pejabat DKI –termasuk penggantian Fadjar Panjaitan.
Mudah-mudahan saja, Jokowi yang memiliki pengalaman mengelola Pemkot Solo dengan APBD 2012 sekitar 1,19 triliun dan jumlah pegawai sekitar 10.000 orang mampu memimpin Jakarta dengan APBD Rp 41 triliun dan pegawai sekitar 80.000 orang ini menjadi lebih baik. Salah satu kunci sukses memimpin Jakarta adalah adanya dukungan dari para birokrat yang benar-benar profesional dan bermental melayani warga.
Palmerah, 15102012
**pro**
Tidak ada komentar:
Posting Komentar