Senin, 15 Oktober 2012

Sekda DKI, Jabatan Paling Seksi


 Ketua Gerindra DKI M Taufikdidamping Jokowi dan Ahok

UNDANG-undang (UU) No 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah menyebutkan, pejabat karier tertinggi di lingkungan pemerintah daerah adalah sekretaris daerah (sekda). 
 
Di lingkungan pemerintah kota (pemkot) ada sekretaris daerah kota, di pemerintah kabupaten (pemkab) ada sekretaris daerah kabupaten, dan sekretaris daerah provinsi untuk pemerintah provinsi.

Karena sekda adalah puncak jabatan karier birokrat daerah sehingga tak mengherankan jika para pejabat ‘ngiler’ menduduki posisi tersebut. Menjadi sekda sesungguhnya mengendalikan aktivitas pemerintahan daerah (pemda). Sekda adalah kuasa pemegang anggaran. Artinya, semua pemasukan dan pengeluaran anggaran dan pendapatan belanja daerah (APBD), ada di tangannya. 
Kepala daerah dan wakil kepala daerah  yang merupakan jabatan politis biasanya hanya meletakkan arah pemerintahan dan kegiatan-kegiatan seremonial. Apalagi di era reformasi ini, kita tahu  banyak  bupati, wali kota, dan gubernur serta wakil mereka yang tidak memiliki latar belakang ilmu pemerintahan. Mereka terpilih karena memiliki tingkat popularitas yang tinggi dan tentu saja modal yang cukup.
Fokedan Prijanto foto bareng abang-none
‘Seksinya’ posisi sekda tersebut tidak hanya menjadi incaran para pejabat karier, tetapi juga para pihak yang ingin ikut ‘mengatur’ pemda. Para politisi, pejabat tinggi, pengusaha, dan juga anggota dewan, ikut bermain dalam menentukan pejabat tersebut. Kondisi ini hampir terjadi di setiap pemda, tentu juga termasuk Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta. 
Apalagi, sesuai dengan UU No 29 tahu 2007 tentang Pemprov DKI Jakarta sebagai Ibu Kota Negara Kesatuan Republik Indonesia disebutkan, otonomi daerah di Jakarta hanya ada di tingkat provinsi. Artinya, keputusan atau segala kebijakan strategis hanya bisa dilakukan di tingkat provinsi. Para wali kota dan bupati di Jakarta hanya pejabat administratif. Pemkot dan Pemkab di Jakarta tak memiliki DPRD. Dengan demikian, pemkot dan pemkab di  Jakarta  tidak bisa membuat peraturan daerah (perda). Semua perda, termasuk Perda APBD, ditetapkan oleh Gubernur dan DPRD DKI Jakarta.
Bukan hanya karena ada  UU No 29 tahun 2007 itu saja yang menyebabkan jabatan Sekda Provinsi DKI Jakarta menjadi  lebih seksi dibandingkan sekda di provinsi lain, termasuk di provinsi-provinsi dengan jumlah penduduk besar di Pulau Jawa dan di provinsi yang memiliki kekayaan alam melimpah. APBD DKI yang tahun 2013 ini mencapai Rp 41 triliun lebih dan dari tahun ke tahun  terus naik itu juga menjadi salah satu daya pikat yang tak kalah menggiurkan.
Gubernur DKI Fauzi Bowo didampingi Fadjar Panjaitan dan Prijanto
“Jakarta adalah satu provinsi yang memiliki pendapatan asli daerah  sangat baik,” ujar Dirjen Pemerintahan Umum Kementerian Dalam Negeri Made Suwandi beberapa waktu lalu.  Di Indonesia hanya 20-an persen pemerintah daerah yang memiliki kemandarian dari sisi anggaran. Artinya, sebagian besar pemda masih tergantung dari pemerintah pusat dalam hal anggaran.
Apa hanya itu kewenangan sekda? Tidak! Sekda Pemprov DKI juga  menjadi Ketua Badan Pertimbangan Jabatan dan Kepangkatan (Baperjakat) yang memiliki kewenangan memutasi para pejabat hingga pejabat eselon dua. Siapa yang akan  diangkat menjadi kepala dinas, kepala biro, wali kota, dan pejabat lainnya, atau siapa yang akan dimutasi dari jabatan satu ke jabatan lain, selalu dibahas dalam baperjakat. Hasilnya kemudian dilaporkan ke gubernur untuk  dibuatkan surat keputusannya. Bisa dibayangkan kan bagaimana kekuasaannya?
Karena posisi strategis itu –dan masih banyak kewenangan lain yang dimiliki sekda— maka jabatan Sekda Pemprov DKI Jakarta yang kini masih dijabat oleh Fadjar Panjaitan, menjadi salah satu jabatan yang sejak awal Jokowi-Ahok ditetapkan sebagai pemenang Pilgub DKI 2012, menjadi bahan omongan sejumlah pihak. Baik dari kalangan pejabat DKI hingga pusat, para politisi di tingkat lokal hingga nasional, maupun para pihak yang mengaku dekat dengan kekuasaan dan merasa berjasa atas terpilihnya Joko Widodo (Jokowi) sebagai gubernur, mulai kasak-kusuk.  
Apalagi,  Fadjar Panjaitan yang dilantik menjadi Sekda pada 5 Oktober 2010 telah memasuki masa pension. Di samping itu, dia disebut-sebut sebagai salah satu orang dekat mantan Gubernur DKI Fauzi Bowo yang tentunya  menggalang dukungan dari birokrat untuk menyukseskan Foke –panggilan Fauzi Bowo—pada  Pilgub lalu. Meski Jokowi bilang bahwa pergantian pejabat adalah wewenangnya, bukan sebuah rahasia  bila partai politik maupun sejumlah pihak pendukungnya   ikut cawe-cawe dalam penentuan pejabat DKI.
Adanya pihak-pihak yang mencoba memengaruhi dan ikut menentukan pejabat DKI pun telah disampaikan secara terang-terangan oleh Ketua Umum PDI Perjuangan Megawai Soekarnoputri. Dalam Rapat Kerja Nasional (Rakernas) PDI Perjuangan di Surabaya, Jawa Timur, Mega menyebutnya ada penumpang gelap yang ikut menikmati kemenangan Jokowi-Basuki Tjahaja Purnama (Ahok). 
Ketua DPP PDI Perjuangan Bidang Politik dan Hubungan Antar Lembaga Tubagus Hasanuddin lebih merinci bahwa penumpang gelap ini berharap terlalu banyak. “Ada yang titip jadi Ketua Bappeda (Badan Perencana Pembangunan Daerah), ada yang kasak-kusuk ke wali kota dan wakil wali kota. Saya dapat info sudah ada DP (down payment) untuk jabatan di pemda," katanya. Tapi, dia tak menyebut siapa pihak yang dimaksud.

Ketua DPW Partai  Gerindra DKI, M Taufik, mengatakan, Gerindra tak merasa tersendir atas pernyataan Megawati tersebut. Dia juga menyerahkan sepenuhnya kepada Jokowi-Ahok terkait mutasi pejabat DKI –termasuk penggantian Fadjar Panjaitan.
Mudah-mudahan saja, Jokowi yang memiliki pengalaman mengelola Pemkot Solo dengan APBD 2012 sekitar 1,19 triliun dan jumlah pegawai sekitar 10.000 orang mampu memimpin Jakarta dengan APBD Rp 41 triliun dan pegawai sekitar 80.000 orang ini menjadi lebih baik. Salah satu kunci sukses memimpin Jakarta adalah adanya dukungan dari para birokrat yang benar-benar profesional dan bermental melayani warga.

Palmerah, 15102012
**pro**

Tidak ada komentar:

Posting Komentar