Sabtu, 13 Oktober 2012

Reformasi Birokrasi Ala Jokowi


BEGITU Jokowi- Ahok dinyatakan memenangi Pemilihan Gubernur (Pilgub) DKI Jakarta 2012, berbagai komentar terkait reformasi birokrasi bermunculan.  Salah satunya adalah upaya de-Foke-isasi birokrasi. 
Para pejabat loyalis mantan Gubernur Fauzi Bowo dianggap salah satu penyebab buruknya birokrasi  Pemerintah Provinsi  (Pemprov)  DKI Jakarta.  Karena itu, mereka perlu ‘disingkirkan’. Isu perombakan pegawai itu sendiri dikait-kaitkan dengan pernyataan Jokowi saat kampanye bahwa birokrasi di DKI cenderung minta dilayani karena itu harus diubah.

Isu itu langsung ditanggapi Gubernur Fauzi Bowo. Menurutnya, pejabat yang ia angkat berdasarkan kompetensi yang bersangkutan. Tidak ada unsur like and dislike dalam mutasi pejabat. “Saudara tidak usah takut diganti. Saudara saya angkat berdasarkan profesionalisme dan kompetensi yang Saudara miliki. Bekerjalah secara profesional,” ujar Foke –panggilan Fauzi Bowo—di depan para kepala satuan perangkat kerja daerah (SKPD) di lingkungan Pemprov DKI Jakarta di hari terakhir masa kerjanya, Minggu (7/10/2012). Pernyataan serupa juga telah disampaikan Foke beberapa hari sebelumnya.

Joko Widodo (Jokowi) tak mau ketinggalan. Dia segera meresponsnya. Dalam perkenalan dengan para pimpinan SKPD Pemprov DKI yang difasilitasi oleh Fauzi Bowo dan Wagub DKI Prijanto di Balai Agung, Balai Kota DKI Jakarta,   dia mengatakan tidak ada rencana perombakan. 





Mantan Wali Kota Solo ini juga berpendapat bahwa mutasi pejabat ada di tangannya. Pimpinan partai politik pendukungnya pada Pilgub DKI 2012, tidak memiliki wewenang mengganti pejabat. Pada Pilgub lalu, dia dicalonkan oleh dua partai peraih kursi di DPRD DKI, yaitu Partai Gerindra dan Partai PDI Perjuangan, serta beberapa partai nonparlemen.


Sebenarnya, kalau pun Jokowi melakukan penggantian pejabat atau reformasi birokrasi di awal masa jabatannya, itu tidak perlu diributkan.  Salah satu prioritas kerja yang dilakukan pimpinan baru di satu instansi adalah memastikan para pimpinan di bawahnya bekerja sesuai rencana. Dia juga harus memastikan semua program yang ia janjikan kepada konstituennya bisa dilaksanakan dengan baik oleh para pelaksana, yaitu pimpinan SKPD.

Pada akhir 1979, ketika baru diangkat menjadi Perdana Menteri (PM) Inggris, Margaret Thatcher pun melakukan reformasi birokrasi. Meski ketika kampanye dia mengatakan akan merombak birokrasi Inggris dianggapnya buruk, begitu  menjadi PM, dia tak bisa langsung membubarkan atau merombak birokrasi yang ia pimpin.

Thatcher sadar bahwa birokrasi sesungguhnya adalah sebuah organisasi besar yang diisi oleh orang-orang yang menguasai bidang pekerjaan tersebut.   Karena itu, yang ia lakukan adalah melakukan reformasi secara bertahap. Dan, di akhir masa jabatannya, si wanita tangan besi ini pun belum mampu mereformasi birokrasi Inggris secara maksimal. Program Thatcher  kemudian dilanjutkan oleh PM Inggris penggantinya.

Max Weber, seorang sosilog Jerman, berpendapat bahwa birokrasi  adalah struktur organisasi  yang besar, yang pada umumnya dianut oleh pemerintahan. Prinsip-prinsip birokrasi, kata Weber, adalah adanya struktur hierarki formal, manajemen dengan aturan yang jelas , organisasi dengan fungsional yang khusus, mempunyai sebuah misi dan target yang akan dituju, dan tidak diskriminatif. Teori tentang birokrasi terus berkembang, David Osborne dan Ted Gaebler dalam bukunya Reinventing government: how the entrepreneurial spirit is transforming the public sector  menekankan perlunya birokrasi memperhatikan partisipasi masyarakat, adanya kerja tim serta kontrol rekan sekerja (peer group), dan atasan bukan lagi merupakan dominasi atau kontrol.  Selain itu, para birokrat juga mesti berjiwa entrepreneur.

Bagaimana dengan birokrasi Pemprov DKI? Kita berpendapat bahwa ada pejabat yang kurang kompeten, tetapi banyak juga yang memiliki kompetensi mumpuni.  Hal itu tak perlu banyak diperdebatkan. Salah satu tolak ukurnya adalah masih banyaknya keluhan warga atas kinerja sebuah instansi.

Sebagai gubernur baru, tentu tidak ada salahnya jika Jokowi melakukan perubahan organisasi. Caranya antara lain bisa dengan mengganti sejumlah pejabat. Tetapi, pertimbangan dalam menempatkan orang  tetaplah pada kompetensi yang bersangkutan. Pernyataan Jokowi yang  mengatakan, penggantian pejabat bukanlah urusan partai pendukung, tetapi wewenangnya, perlu mendapat apresiasi.

Mudah-mudahan, mutasi pejabat tetap dilakukan berdasarkan kemampuan mereka. Ciptakan tim yang kuat dengan membangun kerja sama, bukan dengan main pecat. Kita yakin dan percaya, Jokowi mampu melakukan itu. Dia memiliki kemampuan berkomunikasi yang baik dan ini bisa menjadi kekuatannya dalam mereformasi birokrasi Pemprov DKI. Pengalaman sebagai pengusaha dan kemudian birokrat yang sukses ketika memimpin Kota Solo, bisa menjadi  pijakan dalam mereformasi birokrasi DKI. Semoga harapan 2.472.130 pemilih dan sekitar 10 juta warga Jakarta yang merindukan perubahan Jakarta agar lebih lebih baik bisa terwujud.

Palmerah, 13102012
**pro**
http://182.23.45.46/detil/berita/102590/Ganti-Pejabat-DKI-Bukan-de-Foke-isasi

1 komentar: