Kamis, 12 Juli 2012

Empat Kejutan Pilgub DKI 2012!


Pada Pemilihan Gubernur (Pilgub) DKI Jakarta 2012 banyak hal yang muncul di luar prediksi! Kejutan pertama adalah melesatnya perolehan suara pasangan Joko Widodo (Jokowi)-Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) yang mampu menjungkirbalikkan prediksi sejumlah lembaga survei dengan ‘memenangi’ putaran pertama (I). Kejutan kedua adalah raihan suara calon independen, yakni pasangan Faisal Basri Batubara-Biem T Benjamin yang mampu mengungguli calon yang diusung dua partai politik, yakni Alex Noerdin-Nono Sampono.
 Kejutan ketiga adalah anjloknya perolehan suara pasangan Hidayat Nur Wahid-Didik J Rachbini yang diusung oleh Partai Keadilan Sejahtera (PKS).  Kejutan terakhir tentu saja perolehan suara pasangan Fauzi  Bowo-Nachrowi Ramli yang jauh di bawah dari perkiraan, bahkan di bawah dari total perolehan suara partai pendukungnya.
“Ini memang di luar perkiraan kami. Sebelumnya kami yakin bahwa Jokowi-Ahok akan masuk dalam putaran kedua. Tetapi, kami tak mengira perolehan suaranya sebesar ini, bahkan melebihi pasangan incumbent,” ujar M Taufik, Ketua DPD Gerindra DKI Jakarta, Rabu (11/7) malam. Partai Gerindra yang mempunyai 6 wakil di DPRD DKI (6,38 persen) berkoalisi dengan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) yang meraih 11 kursi DPRD DKI (11,70 persen) mengusung pasangan Jokowi-Ahok.
Beberapa kali survei yang dilakukan oleh tim yang menjadi think thank partai tersebut, hasil dukungan pemilih memang menunjukkan tren positif terhadap calon yang dijagokannya tersebut. Tetapi, hingga survei terakhir beberapa hari menjelang coblosan, 11 Juli 2012, perolehan suara Jokowi-Ahok tetap masih di bawah perolehan suara pasangan Fauzi Bowo-Nachrowi Ramli (Foke-Nara). Memang ada sejumlah voters yang masih belum menjatuhkan pilihan. Tetapi, tim tidak menduga bahwa swing voters kemudian menjatuhkan pilihannya ke Jokowi-Ahok. Tidak tertutup kemungkin swing voters itulah yang akhirnya menjatuhkan pilihannya kepada pasangan dengan ciri khas baju kotak-kotak tersebut.
Sekadar pembanding, pada 3 Juli 2012, Survei Lembaga Penelitian, Pendidikan, dan Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES), MNC Riset, dan Prisma menyimpulkan bahwa pasangan petahana Foke-Nara akan bersaing hingga putaran kedua dengan pasangan Jokowi-Ahok. Berdasarkan hasil riset, perolehan dukungan terhadap kedua pasangan tersebut melebihi angka 20 persen sedangkan pasangan lainnya dibawah 10 persen.  
Menurut Suhardi, salah satu peneliti LP3ES, Foke-Nara memperoleh 24,5 persen dukungan, sedangkan Jokowi-Ahok dengan 22,7 persen. Perolehan suara pasangan lain adalah Hidayat-Didik 4,9 persen, Alex-Nono 2,8 persen, Faisal-Biem 2,7 persen, serta Hendardji-Riza 1,1 persen. Survei dilakukan melalui telepon atau telepolling.
Sementara itu,  Lingkaran Survey Indonesia (LSI) pada 1 Juli 2012 juga merilis hasil survei. Baik pilgub satu atau dua putaran, hasil survei itu menunjukkan bahwa pasangan Foke-Nara memiliki kemungkinan terbesar memenangi Pilgub DKI 2012. Salah satu peneliti LSI, Arman Salam, mengungkapkan, pasangan Foke-Nara didukung oleh 43,7 persen pemilih, pasangan Jokowi-Ahok 14,4 persen. Empat pasangan lainnya didukung masing-masing di bawah 10 persen, bahkan ada yang di bawah 5 persen.
Survei-survei yang dilakukan sejumlah lembaga survei lainnya pun menunjukkan angka yang kisaran perolehan suaranya relatif sama. Posisi pertama pasangan Foke-Nara, diikuti Jokowi-Ahok, Hidayat-Didik, dan pasangan lain. Tetapi, 11 Juli 2012, sekitar 4.623.204 pemilih telah menjatuhkan ‘vonis’. Di luar perkirakan banyak pihak, perolehan suara Jokowi-Ahok mengejutkan banyak pihak –bahkan bisa menjadi membuat stress kelompok tertentu.
Berdasarkan hasil hitung cepat yang dilakukan Kompas, pasangan Jokowi-Ahok melesat, meninggalkan para pesaingnya dengan memperoleh 42.59 persen dukungan disusul oleh pasangan Foke-Nara dengan 34,32 persen dukungan. Posisi ketiga ditempati pasangan Hidayat-Didik dengan 11,40 persen, Faisal-Biem 5,07 persen, Alex-Nono 4,74 persen, dan Hendardji-Riza 1,88 persen.  Lebih lengkap bisa dilihat dalam data di bawah ini:

NOMOR
PASANGAN CALON
% DUKUNGAN
PERKIRAAN PEMILIH

1
Fauzi Bowo-Nachrowi Ramli
34.32%
                   1,586,683.65

2
Hendardji-Riza
1.88%
                         86,916.24

3
Joko Widodo-Basuki T Purnama
42.59%
                   1,969,022.63

4
Hidayat Nur Wahid-Didik Rachbini
11.40%
                      527,045.27

5
Faisal Batubara-Biem Benjamin
5.07%
                      234,396.45

6
Alex Noerdin-Nono Sampono
4.74%
                      219,139.87

Catatan: Sumber hasil hitung cepat Kompas diolah
Jumlah DPT 6.983.692, golput 33,88 persen
Perolehan suara Faisal-Biem itu juga membuat banyak pihak yang terkesima. Meski diyakini dia tak akan memenangi atau lolos pada putara kedua, dukungan pemilih terhadap pasangan independen yang melebihi perolehan suara  Alex-Nono jelas sebuah ‘prestasi’ yang layak diacungi jempol. Faisal-Biem yang dari sisi finansial dan jaringan jauh di bawah Alex-Nono,  ternyata perolehan suaranya mampu menduduki peringkat ketiga.
Alex-Nono yang dikung oleh 18 partai politik, tiga di antaranya adalah peraih kursi di DPRD DKI, yakni Partai Golkar dengan 7 kursi (7,44 persen), PPP 7 kursi (7,44 persen), dan Partai Damai Sejahtera 4 kursi (4,25 persen), serta 15 parpol non-parlemen, ternyata hanya memperoleh dukungan 4,74 persen. Padahal, jika dihitung dari jumlah raihan kursi DPRD DKI tiga partai pendukungnya saja sudah mencapai 19,14 persen. Tetapi, perolehan suaranya hanya sekitar seperempat  suara parpol pendukungnya.
 Bisa jadi, ‘hukuman’ terhadap Alex-Nono itu tak lepas dari sikap partai pendukungnya yang  mendukung kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) –meski dengan catatan—pada rapat paripurna DPR beberapa waktu lalu. Di samping itu, citra Partai Golkar juga sedang menurun karena kadernya di DPR yang tersangkut kasus korupsi pengadaan Al Quran di Kementerian Agama.
Jika kita lihat perolehan suara pasangan Hidayat-Didik, tentu ada sesuatu yang tidak beres. Pada Pemilu legislatif 2009, PKS di DKI Jakarta memperoleh 17,23 suara. Jika dihitung dengan perolehan kursi di DPRD DKI, yakni 18 kursi, sesungguhnya partai ini memperoleh 34,04 persen kursi. Pada Pemilukada DKI 2007, calon yang diusung PKS, yakni Adang Daradjatun-Dani Anwar memperoleh 1.521.831 suara atau 42,11 persen. Tetapi, pada Pilgub DKI  2012, jago PKS hanya memperoleh 11,40 persen (hasil hitung cepat Kompas). Anjloknya perolehan suara itu bisa jadi karena mesin partai pendukungnya yang tidak berputar maksimal, penilaian pemilih yang tak sreg, atau angka inilah menggambarkan sesungguhnya kekuatan riil PKS di Jakarta. 
Kejutan yang  menghentakkan jantung sejumlah pendukung Foke-Nara adalah peroleh suara pasangan calon petahana ini yang hanya meraih 34,32 persen. Padahal, berdasarakn hitungan sejumlah lembaga survey, perolehan suara Foke-Nara pada umumnya di atas 40 persen. Bahkan, survey internal yang dilakukan oleh lembaga survey yang dibiayai oleh pasangan ini menunjukkan bahwa Foke-Nara memperoleh dukungan sekitar 49 persen. Karena itu, optimisme pasangan dan anggota tim sukses serta partai pendukung pasangan tersebut selama ini begitu tinggi. Mereka pun sangat optimis akan memenangi pertandingan hanya dalam satu putaran.
Pemilh telah menjatuhkan pilihan mereka. Hasilnya, Foke-Nara berdasarkan hasil hitung cepat hanya didukung oleh 34,32 persen. Jumlah ini saja jauh di bawah dukungan dari partai politik yang mengusungnya. Berdasarkan Keputusan KPU DKI No: 20/Kpts/KPU-Prov-010/2012, ada tujuh parpol yang mengusungnya, empat di antaranya adalah parpol peraih kursi di DPRD DKI. Keempat parpol itu adalah Partai Demokrat peraih 32 kursi (34,04 persen), PAN 4 kursi (4,25 persen), Partai Hanura 4 kursi (4,25 persen), dan PKB 1 kursi (1,06 persen). Jumlah kursi DPRD DKI 2009-2014 adalah 94 orang.  Tiga partai pengusung lainnya adalah parta yang tidak mempunyai wakil di DPRD DKI. Di tengah masa kampanye, dukungan datang lagi dari empat parpol yang semula mendukung pasangan Jokowi-Ahok.
Ada apa dengan pasangan Foke-Nara sehingga sangat ‘ditinggalkan’ oleh warga Jakarta. Sekadar pembanding, pada 2007, Fauzi Bowo yang berpasangan dengan Prijanto memperoleh dukungan dari 2.091.909 pemilih atau setara dengan 57,88 persen. Tetapi, tahun 2012 ini Foke-Nara hanya didukung oleh 34,32 persen atau setara dengan 1.586.683 pemilih. Banyak hal yang menyebabkan penurunan dukungan itu. Dalam pandangan penulis, isu kedaerahan yang selalu menjadi ‘jualan’ pasangan ini justru menyebabkan larinya pendukung Foke pada Pemilukada 2007 dari etnis non-Betawi.
Data yang diperoleh penulis dari Badan Pusat Statistik menunjukkan bahwa Betawi bukanlah etnis mayoritas di Jakarta. Hasil Sensus BPS tahun 2000 menunjukkan, penduduk Jakarta yang beretnis Betawi hanya 27,65 persen. Suku bangsa (etnis) Jawa adalah penduduk Jakarta dengan persentase tertinggi seperti terlihat dalam tabel di bawah ini.
PERSENTASE PENDUDUK JAKARTA BERDASARKAN ETNIS
NO
ETNIS
PERSENTASE
1
JAWA
35,17
2
SUNDA
15,27
3
BETAWI
27,65
4
MADURA
0,56
5
BATAK
3,61
6
MINANG
3,18
7
BUGIS
0,59
8
MELAYU
1,00
9
CINA KETURUNAN
5,52
10
LAINNYA
7,45
Sumber: Sensus Penduduk 2000, BPS DKI Jakarta
Dengan persentase penduduk seperti terlihat di atas, jika Foke-Nara ingin meraih simpati dukungan dari masyarakat Jakarta, mau tidak mau harus mengubah strategi kampanye atau komunikasi politiknya. Pendekatan kedaerahan atau isu primordialisme rasanya tak pas lagi untuk kondisi Jakarta yang memiliki karakter penduduk sangat heterogen. Di samping itu, Foke-Nara juga tidak bisa lagi mengandalkan dukungan dari partai politik –terutama Partai Demokrat yang sekarang sedang dililit sejumlah kasus korupsi. Jangan lagi menjadikan kader-kader partai yang telah disorot karena diduga terlibat kasus korupsi sebagai juru kampanye.
Menunggu kejutan dalam putaran kedua!
**pro**
Palmerah, 12 Juli 2012

Tidak ada komentar:

Posting Komentar