Pengumuman Daftar Pemilih Sementara (DPS) yang disampaikan Komisi
Pemilihan Umum (KPU) DKI Jakarta pekan lalu, cukup mengejutkan. Sekitar
setengah juta orang pemilih ‘hilang’. Calon pemilih yang dalam Daftar Penduduk
Potensial Pemilih Pemilu (DP4) mencapai 7.545.989 orang, tetapi setelah
diverifikasi, jumlah itu menyusut menjadi 7.044.991 Orang. Jumlah inilah yang
oleh KPU DKI Jakarta pada Jumat (13/4) diumumkan sebagai angka DPS.
Jika kita hitung, maka terjadi selisih yang sangat besar
antara DP4 dan DPS, yakni 500.998 orang atau 6,63 persen dari DP4.
Pertanyaannya, ke mana hilangnya warga Jakarta yang sebelumnya masuk sebagai
potensial pemilih tersebut? Apakah hilangnya pemilih itu semata-mata kesalahan
administrasi dalam pendataan, adanya orang yang meninggal, atau karena
permainan pihak-pihak tertentu untuk kepentingan politik kelompok tertentu
pula?
“Berkurangnya jumlah pemilih karena ditemukan penduduk yang
meninggal, pindah dan anggota TNI aktif. Anggota TNI terdaftar karena
tercatat status pekerjaan di KTP pelajar atau pegawai swasta,” ujar Ketua
Pokja Pemutahiran KPU DKI Aminullah, saat menggelar jumpar pers di Media Center
KPU DKI, Jalan Budi Kemuliaan, Jakarta Pusat, Jumat (13/4), seperti dikutip http://kpujakarta.go.id.
Aminullah menerangkan, dalam melakukan pemutakhiran data, KPU
merekrut Petugas Pemutahiran Data Pemilih (PPDP) satu orang per Tempat Pemungutan
Suara (TPS) yang kenal dengan daerah lokasi tersebut. Sebelumnya, PPDP diberikan
bimbingan teknis tentang tata cara pemutahiran data, termasuk data yang harus
dicoret atau direvisi/diperbaiki. Petugas itu bekerja tanggal 14 Maret hingga
12 April 2012.
Alasan yang diungkapkan Aminullah bisa jadi benar. Tetapi,
tetap saja menimbulkan pertanyaan karena besarnya selisih angka antara DP4 dan
DPS tersebut. Kalau memang benar ada penduduk yang meninggal, pindah, dan
anggota TNI, apakah benar sampai sebesar itu. Berdasarkan data Dinas Pertamanan
dan Pemakaman DKI Jakarta, jumlah penduduk Jakarta yang meninggal per tahun
sekitar 28.000 orang atau per bulan 2.333 orang.
Data DP4 adalah data sampai dengan Oktober 2011. Berarti
sampai dengan Maret 2012 ada selisih lima bulan. Katakanlah jumlah calon
pemilih selama lima bulan itu meninggal semua, berarti totalnya hanya 5 x 2.333
orang = 11.665 orang. Jumlah pemilih Jakarta yang pindah selama lima bulan
tentu tidak akan mencapai 5.000 orang. Begitu juga warga yang menjadi anggota
TNI tetapi tercatat memiliki pekerjaan lain tidak akan mencapai 5.000 orang.
Jika ditotal, maka jumlah pengurangan DP4 itu semestinya masih di bawah 50.0000
orang. Ini pun dengan asumsi, selama lima bulan (November 2011-Maret 2012),
tidak ada penambahan jumlah pemilih baru
karena ada warga yang saat didata dalam DP4 masih di bawah 17 tahun, tetapi pada
Maret 2012 sudah mencapai 17 tahun atau menikah.
Kejanggalan lain adalah ketika jumlah DPS per wilayah
dijumlahkan, ternyata tidak sama dengan jumlah yang disampaikan Aminullah.
Berdasarkan data yang diperoleh penulis, jumlah DPS ternyata 7.043.542 orang.
Rinciannya adalah DPS di Kepulauan Seribu sebanyak 16.609 orang, Jakarta Utara
1.193.306 orang, Jakarta Pusat 793.253 orang, Jakarta Barat 1.471.539 orang,
Jakarta Selatan 1.536.608 orang, dan Jakarta Timur 2.032.227 orang. Sementara,
jumlah total DPS yang disampaikan Aminullah adalah 7.044.991 Orang. Artinya,
dari sini pun terjadi selisih sebesar 1.449 orang.
DAFTAR TPS, DP4, DAN
DPS PEMILUKADA DKI 2012
|
|||
WILAYAH
|
TPS
|
DP4
|
DPS
|
KEP
SERIBU
|
44
|
17560
|
16609
|
JAKARTA
UTARA
|
2607
|
1273669
|
1193306
|
JAKARTA
PUSAT
|
1714
|
843457
|
793253
|
JAKARTA
BARAT
|
3320
|
1686297
|
1471539
|
JAKARTA
SELATAN
|
3227
|
1577611
|
1536608
|
JAKARTA
TIMUR
|
4160
|
2147395
|
2032227
|
TOTAL
|
15072
|
7545989
|
7043542
|
Permohonan atau permintaan agar anggota KPU DKI jangan ‘bermain-main’ dengan
data pemilih pun dilontarkan sejumlah pihak, terutama calon peserta Pemilukada
DKI 2012. Merekalah yang paling berkepentingan dengan data pemilih tersebut.
Ini wajar saja karena mereka tentu khawatir
jangan-jangan pemilih di basis-basis massa kandidat tersebut bisa jadi
tidak terdaftar sebagai pemilih sehingga akan kehilangan hak pilihnya.
"Jangan sekali-kali KPU DKI bermain dengan urusan
teknis," ujar calon Wakil Gubernur DKI Jakarta, Didik J Rachbini, dalam
acara ‘Kongkow Bareng Bang Didik Rachbini’ di Paparon Pizza Apartemen Park
Royal Tower 1, Jalan Gatot Subroto, Jakarta, Jumat (13/4) seperti dikutip http://www.sindonews.com.
Didik menegaskan, DPS maupun DPT merupakan persoalan
mendasar penyebab terjadinya kecurangan. Lebih lanjut dingatkan, kinerja KPU
DKI Jakarta menjadi parameter akan keberhasilan pemerintah dalam menjalani
birokrasi. "Ya semua tergantung dari masalah teknis KPU DKI yang harus
berani melakukan sikap transparansi terhadap semua hal yang menyangkut tentang
vertifikasi bakal calon Gubenur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta," imbuhnya.
Sebuah sumber menyebutkan, pasangan Joko Widodo
(Jokowi)-Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) pun memiliki kekhawatiran adanya
permainan pemilih, terutama di basis dukungan calon ini, antara lain di daerah Pecinan.
“Kita akan menempatkan petugas-petugas khusus atau kader partai di daerah Pecinan,
terutama pada hari pencoblosan. Tidak tertutup kemungkinan ada kelompok
tertentu yang mendukung salah satu pasangan calon yang akan menakut-nakuti
etnis Tionghoa untuk tidak memilih,” ujar sumber tersebut.
Kekhawatiran tokoh partai politik tersebut tentu beralasan.
Apalagi berdasarkan hasil survey yang dilakukan Lingkaran Survei Indonesia
(LSI) tanggal 26 Maret sampai 1 April 2012, 33,3 persen etnis Tionghoa di
Jakarta akan memilih pasangan Jokowi-Ahok dan hanay 22,2 persen yang akan
memilih pasangan Fauzi Bowo-Nachrowi Ramli. Selain itu, dari sisi agama,
penduduk Jakarta yang beragama Kristen Protestan, 37,5 persen menyatakan akan
memilih Jokowi-Ahok, sama besarnya dengan yang akan memilih Fauzi-Nachrowi. Sedangkan
pemilih yang berama lainnya (di luar Islam dan Protestan), sekitar 50 persen
akan memilih Jokowi-Ahok dan 21,4 persen memilih Fauzi-Nachrowi.
Kita berharap, mudah-mudahan saja para kontentastan dan pendukungnya serta pihak
penyelenggara Pemilukada DKI 2012 yang pemungutan suaranya bakal digelar 11
Juli 2012 itu, tetap bisa menjaga netralitas. Yakinlah bahwa pemilih Jakarta adalah pemilih cerdas
yang akan memilih calon pemimpinnya dengan baik. Paling itu, sikap itu juga
terlihat dari survey LSI yang menyebutkan bahwa 28,8 pemilih menyatakan kurang
wajar, dan 35,6 persen menyatakan tidak wajar sama sekali jika ada pemilih yang
memilih gubernur karena pemberian uang.
Ayo Jadi Pemilih Cerdas!
Palmerah, 150412
**pro**
nice artikel gan
BalasHapuskita sebagai warga harusnya sadar dan mendaftarkan diri kita ke DPS dan DPT
check this out ya gan :)
http://nganjukhijauku.blogspot.com/2012/10/ayo-bantu-susun-dps-dan-dpt_7950.html
thank's