Minggu, 15 April 2012

Setengah Juta Pemilih Jakarta ‘Hilang’

Pengumuman Daftar Pemilih Sementara (DPS) yang disampaikan Komisi Pemilihan Umum (KPU) DKI Jakarta pekan lalu, cukup mengejutkan. Sekitar setengah juta orang pemilih ‘hilang’. Calon pemilih yang dalam Daftar Penduduk Potensial Pemilih Pemilu (DP4) mencapai 7.545.989 orang, tetapi setelah diverifikasi, jumlah itu menyusut menjadi 7.044.991 Orang. Jumlah inilah yang oleh KPU DKI Jakarta pada Jumat (13/4) diumumkan sebagai angka DPS.
Jika kita hitung, maka terjadi selisih yang sangat besar antara DP4 dan DPS, yakni 500.998 orang atau 6,63 persen dari DP4. Pertanyaannya, ke mana hilangnya warga Jakarta yang sebelumnya masuk sebagai potensial pemilih tersebut? Apakah hilangnya pemilih itu semata-mata kesalahan administrasi dalam pendataan, adanya orang yang meninggal, atau karena permainan pihak-pihak tertentu untuk kepentingan politik kelompok tertentu pula?
“Berkurangnya jumlah pemilih karena ditemukan penduduk yang meninggal, pindah dan anggota TNI aktif. Anggota TNI terdaftar karena tercatat status  pekerjaan di KTP pelajar atau pegawai swasta,” ujar Ketua Pokja Pemutahiran KPU DKI Aminullah, saat menggelar jumpar pers di Media Center KPU DKI, Jalan Budi Kemuliaan, Jakarta Pusat, Jumat (13/4), seperti dikutip http://kpujakarta.go.id.
Aminullah menerangkan, dalam melakukan pemutakhiran data, KPU merekrut Petugas Pemutahiran Data Pemilih (PPDP) satu orang per Tempat Pemungutan Suara (TPS) yang kenal dengan daerah lokasi tersebut. Sebelumnya, PPDP diberikan bimbingan teknis tentang tata cara pemutahiran data, termasuk data yang harus dicoret atau direvisi/diperbaiki. Petugas itu bekerja tanggal 14 Maret hingga 12 April 2012.
Alasan yang diungkapkan Aminullah bisa jadi benar. Tetapi, tetap saja menimbulkan pertanyaan karena besarnya selisih angka antara DP4 dan DPS tersebut. Kalau memang benar ada penduduk yang meninggal, pindah, dan anggota TNI, apakah benar sampai sebesar itu. Berdasarkan data Dinas Pertamanan dan Pemakaman DKI Jakarta, jumlah penduduk Jakarta yang meninggal per tahun sekitar 28.000 orang atau per bulan 2.333 orang.
Data DP4 adalah data sampai dengan Oktober 2011. Berarti sampai dengan Maret 2012 ada selisih lima bulan. Katakanlah jumlah calon pemilih selama lima bulan itu meninggal semua, berarti totalnya hanya 5 x 2.333 orang = 11.665 orang. Jumlah pemilih Jakarta yang pindah selama lima bulan tentu tidak akan mencapai 5.000 orang. Begitu juga warga yang menjadi anggota TNI tetapi tercatat memiliki pekerjaan lain tidak akan mencapai 5.000 orang. Jika ditotal, maka jumlah pengurangan DP4 itu semestinya masih di bawah 50.0000 orang. Ini pun dengan asumsi, selama lima bulan (November 2011-Maret 2012), tidak ada penambahan  jumlah pemilih baru karena ada warga yang saat didata dalam DP4 masih di bawah 17 tahun, tetapi pada Maret 2012 sudah mencapai 17 tahun atau menikah.
Kejanggalan lain adalah ketika jumlah DPS per wilayah dijumlahkan, ternyata tidak sama dengan jumlah yang disampaikan Aminullah. Berdasarkan data yang diperoleh penulis, jumlah DPS ternyata 7.043.542 orang. Rinciannya adalah DPS di Kepulauan Seribu sebanyak 16.609 orang, Jakarta Utara 1.193.306 orang, Jakarta Pusat 793.253 orang, Jakarta Barat 1.471.539 orang, Jakarta Selatan 1.536.608 orang, dan Jakarta Timur 2.032.227 orang. Sementara, jumlah total DPS yang disampaikan Aminullah adalah 7.044.991 Orang. Artinya, dari sini pun terjadi selisih sebesar 1.449 orang.
DAFTAR TPS, DP4, DAN DPS PEMILUKADA DKI 2012
WILAYAH
TPS
DP4
DPS
KEP SERIBU
44
17560
16609
JAKARTA UTARA
2607
1273669
1193306
JAKARTA PUSAT
1714
843457
793253
JAKARTA BARAT
3320
1686297
1471539
JAKARTA SELATAN
3227
1577611
1536608
JAKARTA TIMUR
4160
2147395
2032227
TOTAL
15072
7545989
7043542

Permohonan atau permintaan agar  anggota KPU DKI jangan ‘bermain-main’ dengan data pemilih pun dilontarkan sejumlah pihak, terutama calon peserta Pemilukada DKI 2012. Merekalah yang paling berkepentingan dengan data pemilih tersebut. Ini wajar saja karena mereka tentu khawatir  jangan-jangan pemilih di basis-basis massa kandidat tersebut bisa jadi tidak terdaftar sebagai pemilih sehingga akan kehilangan hak pilihnya.
"Jangan sekali-kali KPU DKI bermain dengan urusan teknis," ujar calon Wakil Gubernur DKI Jakarta, Didik J Rachbini, dalam acara ‘Kongkow Bareng Bang Didik Rachbini’ di Paparon Pizza Apartemen Park Royal Tower 1, Jalan Gatot Subroto, Jakarta, Jumat (13/4) seperti dikutip http://www.sindonews.com.
Didik menegaskan, DPS maupun DPT merupakan persoalan mendasar penyebab terjadinya kecurangan. Lebih lanjut dingatkan, kinerja KPU DKI Jakarta menjadi parameter akan keberhasilan pemerintah dalam menjalani birokrasi. "Ya semua tergantung dari masalah teknis KPU DKI yang harus berani melakukan sikap transparansi terhadap semua hal yang menyangkut tentang vertifikasi bakal calon Gubenur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta," imbuhnya.
Sebuah sumber menyebutkan, pasangan Joko Widodo (Jokowi)-Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) pun memiliki kekhawatiran adanya permainan pemilih, terutama di basis dukungan calon ini, antara lain di daerah Pecinan. “Kita akan menempatkan petugas-petugas khusus atau kader partai di daerah Pecinan, terutama pada hari pencoblosan. Tidak tertutup kemungkinan ada kelompok tertentu yang mendukung salah satu pasangan calon yang akan menakut-nakuti etnis Tionghoa untuk tidak memilih,” ujar sumber tersebut.
Kekhawatiran tokoh partai politik tersebut tentu beralasan. Apalagi berdasarkan hasil survey yang dilakukan Lingkaran Survei Indonesia (LSI) tanggal 26 Maret sampai 1 April 2012, 33,3 persen etnis Tionghoa di Jakarta akan memilih pasangan Jokowi-Ahok dan hanay 22,2 persen yang akan memilih pasangan Fauzi Bowo-Nachrowi Ramli. Selain itu, dari sisi agama, penduduk Jakarta yang beragama Kristen Protestan, 37,5 persen menyatakan akan memilih Jokowi-Ahok, sama besarnya dengan yang akan memilih Fauzi-Nachrowi. Sedangkan pemilih yang berama lainnya (di luar Islam dan Protestan), sekitar 50 persen akan memilih Jokowi-Ahok dan 21,4 persen memilih Fauzi-Nachrowi.
Kita berharap, mudah-mudahan saja  para kontentastan dan pendukungnya serta pihak penyelenggara Pemilukada DKI 2012 yang pemungutan suaranya bakal digelar 11 Juli 2012 itu, tetap bisa menjaga netralitas.  Yakinlah  bahwa pemilih Jakarta adalah pemilih cerdas yang akan memilih calon pemimpinnya dengan baik. Paling itu, sikap itu juga terlihat dari survey LSI yang menyebutkan bahwa 28,8 pemilih menyatakan kurang wajar, dan 35,6 persen menyatakan tidak wajar sama sekali jika ada pemilih yang memilih gubernur karena pemberian uang.

Ayo Jadi Pemilih Cerdas!
Palmerah, 150412
**pro**

1 komentar:

  1. nice artikel gan
    kita sebagai warga harusnya sadar dan mendaftarkan diri kita ke DPS dan DPT
    check this out ya gan :)
    http://nganjukhijauku.blogspot.com/2012/10/ayo-bantu-susun-dps-dan-dpt_7950.html
    thank's

    BalasHapus