![]() |
Jalan Ring Road Cengkareng, Jakbar, terputus karena banjir, Kamis (17/1). Foto: Suprapto |
AKHIR-akhir ini, kita sering mendengar kata-kata siaga. Kata ini
makin sering terdengar mana kala dikaitkan dengan tinggi muka air (TMA).
Berita teranyar menyebutkan, Sungai Ciliwung dalam keadaan siaga I
karena TMA di Bendung Katulampa 210 sentimeter.
Pertanyaan muncul, apa sih arti siaga? Apa pula maksud siaga I. Ada
juga siaga IV, siaga III, siaga II? Apa dan bagaimana pula
konsekuensinya bagi warga dan aparat terkait? Mengapa istilah-istilah
itu ada? Siapa yang bertanggung jawab? Dan, berbagai pertanyaan lainnya
lagi.
Berikut ini saya akan mencoba menuliskan secara ringkas
dan berseri tentang maksud dan pengertian itu semua. Sebagian tulisan
diambil berdasarkan pengamatan dan pengalaman penulis serta dicuplik
dari buku Pedoman Siaga Banjir Provinsi DKI Jakarta. Buku diterbitkan
oleh Dinas Pekerjaan Umum (DPU) DKI Jakarta tahun 2009.
Sebagian tulisan juga dilengkapi informasi dari Pedoman Penyusunan
Sistem Peringatan Dini dan Evakuasi untuk Banjir Bandang yang
dikeluarkan oleh Kementerian Pekerjaan Umum serta sumber-sumber lain
yang terkait dengan penanganan banjir.
Kita mulai dari mengenal Jakarta. Semula, wilayah Ibu Kota ini
hanya 578 km2. Kemudian, dengan bertambahnya beberapa wilayah ke
Jakarta, maka kini luasnya menjadi 661,52 km2. Jika ditambah dengan
daerah aliran 13 sungai (Jabodetabek), makan luas wilayahnya menjadi
1.500 km2.
Ke-13 sungai atau kali yang melewati Jakarta adalah Kali Mookevart
(di pinggir Jalan Daan Mogot, sebagian besar melintasi barat Jakarta),
Kali Angke (melintasi wilayah selatan dan barat Jakarta),
Pesanggrahan(melintasi wilayah selatan dan barat), dan Grogol (selatan
dan barat), Krukut (selatan, tengah), Baru Barat (tengah), Ciliwung
(selatan, timur, dan tengah), Baru Timur (tengah, selatan, dan timur),
Cipinang (timur dan tengah), Sunter (timur dan tengah), Buaran (timur),
Jatikramat (timur), dan Kali Cakung (timur).
Kali atau sungai-sungai itu pada akhirnya bermuara di teluk
Jakarta. Ada yang langsung sampai ke laut, ada pula yang harus terhubung
dengan Kanal Banjir Barat, Kanal Banjir Timur, Cengkareng Drain, dan
Cakung Drain.
Sungai-sungai tersebut selain berada di wilayah Jakarta, juga
melintasi wilayah Jawa Barat (Kab/Kota Bogor, Kota Depok, Kab/Kota
Bekasi), dan Banten (Kab/Kota Tangerang).
Dalam Buku Pedoman Siaga Banjir Provinsi DKI Jakarta disebutkan,
jumlah itu tidak termasuk kali-kali kecil seperti Kali Kreo, Kali
Meruya, Ulujami, Tanjungan, Kamal, Sekretaris (barat Jakarta), Ciragil,
Mampang, Cideng, Pasarminggu, Bata, Bukitduri, Surabaya, Gresik,
Muaraangke, Besar, Cibubur , Pakin, Mati, dan Muarakarang (tengah
Jakarta), serta Kali Utan Kayu, Sentiong, Pademangan barat, Pademangan
timur, Lagoa, Koja, Pinang, Cakung Lama, dan Kali Petukangan, di timur
Jakarta.
Sekadar tambahan data, selain wilayahnya yang makin luas, jumlah
penduduk Jakarta pun terus bertambah. Tahun 1930 tercatat 533.000 orang,
1960-an 4 juta jiwa, 2008 sekitar 9 juta jiwa, dan tahun 2010 hasil
Sensus Penduduk Badan Pusat Statistik (BPS) jumlah penduduk Jakarta
mencapai 9.604.329 jiwa yang terdiri atas 4.869.203 laki-laki dan
4.735.126 perempuan.
Sampai September 2012, jumlah penduduk miskin (penduduk yang
berada di bawah Garis Kemiskinan) sebesar 366.770 (3,70 persen).
Dibandingkan dengan penduduk miskin pada bulan Maret 2012 yang berjumlah
363.200 (3,69 persen), berarti jumlah penduduk miskin naik sebesar
3.570 orang.
Tulisan berikutnya Ribut Banjir atau Genangan (2).
Suprapto
Tidak ada komentar:
Posting Komentar