SELEPAS
matahari tergelincir ke barat, Kamis, 20 September 2012, rumah dinas Gubernur
DKI Jakarta di kawasan Taman Suropati,
Menteng, Jakarta Pusat, dipadati sejumlah pendukung Fauzi Bowo. Ada Mayjen
Purn Nachrowi Ramli, mantan Menteri Otonomi Daerah Prof Ryaas Rasyid, pakar
pendidikan yang juga besan Fauzi Bowo, Prof Arief Rachman Hakim, Direktur
Eksekutif Jaringan Suara Indonesia Widdi Aswindi, serta anggota inti tim
sukses Foke –panggilan Fauzi Bowo. Istri,
anak, menantu, dan cucu juga ikut bergabung.
Melalui
sebuah televisi, mereka monitor perkembangan hasil Pemilihan Gubernur (Pilgub)
DKI 2012 hasil hitung cepat lembaga survey. Pada tahap awal, suara kedua
pasangan calon, yaitu Fauzi Bowo-Nachrowi Ramli (Foke-Nara) dan Jokow
Widodo-Basuki Tjahaja Purnama (Jokowi-Ahok) tak beda terlalu jauh. Foke-Nara
adalah pasangan nomor urut 1 yang meraih suara 34,05 perse dan Jokowi-Ahok
adalah pasangan nomor urut 3 yang meraih 42,6 persen pada putaran pertama.
Sesuai UU 29 tahun 2007 tentang Provinsi DKI Jakarta sebagai Ibu Kota Negara
Republik Indonesia maka pemenang Pilgub DKI Jakarta adalah pasangan calon yang
meraih suara 50 persen lebih.
Begitu
suara Jokowi-Ahok terus di atas Foke-Nara, suasana makin tegang. Jarum jam
menunjukkan pukul 13.30. Suara Foke-Nara makin tertinggal. Meski hitung baru mendekati
angka 90 persen, Foke langsung memerintahkan anakbuahnya untuk menghubungi Jokowi. Dia ingin segera
mengucapkan selamat. Tetapi, permintaan itu dicegah beberapa anggota tim
suksesnya. Mereka beranggapan, pertandingan belum berakhir. Mengucapkan selamat
berarti mengakui kekalahan. Rupanya, beberapa anggota tim sukses tengah
menyiapkan strategi lain agar sang jago tetap bertengger di Balai Kota DKI.
Foke
bertanya ke Widdi yang merupakan konsultan politiknya. Dia diminta menjelaskan
apa arti hitung cepat dan apa pula konsekuensinya. Apakah masih mungkin
hasilnya akan berubah dan membalik keadaan. Widdi menjelaskan, dengan selisih
angka yang begitu tinggi dan margin error
yang kecil, maka sangat tidak mungkin hasil hitung cepat akan berbeda total dengan hasil sesungguhnya.
Dalam pengetahuan Widdi, kasus perbedaan antara hitung cepat dan hasil
sesungguhnya hanya pernah terjadi
sekali, di Aceh.
Begitu
dijelaskan Widdi, anggota tim sukses diam. Foke tetap meneruskan rencananya
untuk mengucapkan selamat meski penghitungan quick count belum selesai. “Selisih lima menit dalam keadaan
seperti sekarang sangat berarti,” ujar Foke. Dia mengangkat telepon dan tak
begitu lama kemudian mengatakan, ” Mas Jokowi, selamat atas kemenangan ini.
Saya berharap Anda dan Pak Basuki sukses. Ini kembang demokrasi. Saya titip
Jakarta, semoga lebih baik dan lebih maju.”
Suasana
makin tegang. Beberapa yang hadir, tak kuasa matanya berkaca-kaca. Meski
demikian, Foke tetap tegar. Dia kemudian meminta kertas untuk menulis sejumlah
poin dan meminta anggota tim suksesnya untuk menyiapkan jumpa pers. Seperti
biasa, lokasi press conference adalah
di markas mereka, Dipo 61, di Jalan Diponegoro No 61, Menteng, Jakarta Pusat.
Ini adalah rumah almarhum Sudjono Humardhani, mertua Foke.
Setelah
itu, muncul beberapa pembicaraan. Ada usulan yang cukup mengerikan dan bisa
menciptakan kekacauan di Jakarta. “Anggota di lapangan siap bergerak. Mereka
tinggal menunggu perintah,” ujar salah satu pendukung Foke seperti diucapkan
sebuah sumber. Sumber itu menambahkan, beberapa kelompok masyarakat memang
sudah stand by di kawasan Pecinan dan
pusat perbelanjaan, seperti Pinangsia dan Glodok, Jakarta Barat.
Ada
pula yang mencoba mengusulkan cara-cara lain untuk menggagalkan hasil Pilgub
DKI putaran kedua. “Misalkan Pak Jokowi meninggal, apakah bisa diulang,” tambah
sumber itu. Susana makin tegang. Tetapi, Foke tetap berusaha tenang. Ia
kemudian mengingatkan anggota tim sukses dan pendukungnya untuk menerima pilihan warga Jakarta. Apa pun
hasil akhirnya, harus tetap dihormati.
Suasana
berbeda terjadi di markas Jokowi-Ahok di Jalan Borobudur No 22, Menteng. Di
sini, Jokowi dan pendukungnya bersuka ria. Mereka menyaksikan hitung cepat
melalui televisi sambil menyanyikan lagu
kelompok musik Queen berjudul We Are the Champions. Kadang muncul
yel-yel berbunyi, “Jokowi-Ahok Siapa yang Punya” berulang-ulang. Sebagian besar yang hadir memakai kemeja kotak-kotak, baju
‘kebesaran’ pasangan Jokowi-Ahok. Suarana kegembiraan berlangsung hingga malam.
Ucapan
selamat Foke terhadap Jokowi tak begitu lama kemudian menyebar baik melalui
media sosial maupun media online. Berbagai tanggapan bermunculan. Tetapi,
Jokowi tetap mengingatkan para pendukungnya agar tetap bersikap santun. Tidak
perlu pawai kemenangan. Kepada Ahok, Jokowi juga berpesan agar tetap
berkomentar yang baik dalam menanggapi pertanyaan wartawan terkait kemenangan
Pilgub DKI Jakarta. Jangan sampai suasana yang kondusif berubah hanya karena
dipicu pernyataan yang menyakitkan kelompok yang kalah.
Lembaga Survei |
Jokowi-Ahok (%)
|
Foke-Nara (%)
|
Lembaga Survei Indonesia
|
53,81
|
46,19
|
Lingkaran Survei Indonesia
|
53,68
|
46,32
|
Indo Barometer
|
54,11
|
45,89
|
Jaringan Suara Indonesia
|
53,28
|
46,71
|
MNC Research
|
52,49
|
47,51
|
Kompas
|
52,97
|
47,03
|
Gambar 1: Hasil
Hitung Cepat Pilgub DKI Putaran Kedua Enam Lembaga Survei
Sikap Negarawan
Apa
yang dilakukan Foke dan juga Jokowi dalam menyikapi hasil Pilgub DKI 2012
adalah sikap seorang negarawan. Dalam pengamatan penulis, sangat sedikit –malah
bisa dibilang tidak ada—peserta
pemilihan kepala daerah yang
dinyatakan kalah lewat hasil hitung cepat pada hari pertama pemungutan suara
langsung mengucapkan selamat kepada lawan politiknya. Bahkan pemilihan Presiden
yang mestinya para kandidatnya menjadi contoh rakyat Indonesia, tidak ada yang
secara gentle mengucapkan selamat begitu pemungutan suara selesai.
Yang
muncul saat ini justru sikap tidak puas dan tidak menerima hasil pilihan
rakyat. Para kandidat yang kalah mencari-cari kesalahan pemenang dan kemudian
membuat pernyataan lewat media massa. Mereka juga mengerahkan massa untuk
berunjuk rasa. Anggota tim sukses mencari berbagai dalih untuk kemudian
mengajukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi. Kalau pun tidak melakukan gugatan, terkadang mereka
tidak mau meneken hasil penghitungan suara resmi yang dilakukan Komisi
Pemilihan Umum (KPU). Buntutnya, rakyat marah yang di beberapa daerah malah
memicu kerusuhan.
”Kami
sadar, dalam setiap kompetisi ada yang menang, ada yang kalah. Ada yang
terpilih dan tidak terpilih. Mari kita junjung proses demokrasi yang menentukan
gubernur dan wakil gubernur DKI Jakarta 2012-2017. Kepada masyarakat, saya
imbau jaga ketenangan karena kemenangan ini adalah milik kota Jakarta. Saya
ajak warga Jakarta untuk menyikapi hasil pilkada dengan baik,” ujar Fauzi (Kompas, 21 September 2012).
Acungan
jempol dan komentar bernada positif pun bermunculan. "Saya mengucapkan
selamat kepada Jokowi beserta rekan-rekan pendukung dan pemilihnya dan salut
kepada Fauzi Bowo yang menunjukkan kepemimpinan sejati dalam
berdemokrasi," kata anggota DPR dari
Partai Demokrat Ingrid Kansil.
Presiden
Susilo Bambang Yudhoyono mengapresiasi peran warga DKI Jakarta dalam pemilihan
kepala daerah yang berlangsung aman dan tertib. Presiden meminta agar keamanan
dan ketertiban tetap dijaga, hingga tahapan pilkada selesai dan gubernur
terpilih dapat melanjutkan pembangunan Jakarta. Keamanan Jakarta adalah
barometer keamanan nasional.
Meski
secara politik berlawanan, Ketua DPD Partai Gerindra DKI Jakarta, M Taufik,
memuji sikap Fauzi dan Jokowi sebagai sikap seorang negarawan. Teladan itu
mesti menjadi contoh bagi seluruh rakyat Indonesia. Inilah cara berdemokrasi
Negara besar. Cara berdemokrasi yang benar. Demokrasi memang berkompetisi.
Tetapi, begitu rakyat telah menjatuhkan pilihan, semuanya harus legowo.
“Saya
menaruh hormat kepada Pak Fauzi yang
telah membuka mata dunia bahwa Pilgub DKI Jakarta adalah contoh cara berdemokrasi
yang sesungguhnya. Semua tahu persaingan begitu ketat. Suhu politik begitu
panas. Isu SARA bermunculan dan terus dikipas oleh kelompok tertentu. Dan saya
tahu, beberapa kelompok massa juga siap bergerak untuk menciptakan kerusuhan.
Tetapi, Pak Fauzi tetap berkelapa dingin dan langsung mengakui kemenangan
Jokowi-Ahok pada hari pertama pemungutan suara,” ujarnya kepada penulis.
Kapolda
Metro Jaya Inspektur Jenderal Untung S Rajab pun memberikan penghargaan dan terima kasih kepada warga Jakarta yang sudah melaksanakan pencoblosan
dan penghitungan suara dengan tertib. Kepada kedua cagub, kapolda juga
memberikan apresiasi yang luar biasa. Ucapan selamat Fauzi kepada Jokowi dan
pernyatan Jokowi yang meminta pendukungnya untuk menghormati Fauzi Bowo dan
pendukungnya, bisa menjadi contoh bagi pilkada di daerah lain. Sikap itu
menjadi salah satu kunci dalam menciptakan suasana keamanan di Jakarta menjadi kondusif, selain
karena kesiagaan aparat dan peran serta aktif masyarakat.
Pilgub DKI menjadi contoh besar bagi pemilihan
kepala daerah di seluruh Tanah Air. Kerja sama yang baik dilakukan oleh
pasangan yang menang dan kalah untuk membangun
Jakarta ke depan. Itulah sikap petarung sejati. Mereka tetap menjunjung tinggi
sportivitas. Meski persaingan begitu ketat dan hingga ‘berdarah-darah’, tetapi
begitu hasil akhir telah diputuskan, keduanya sama-sama menerima. Sikap yang
menang tidak ngasorake, dan yang
kalah tidak merasa terhina.
Tulisan ini adalah artikel berjudul "Suram di Suropati Meriah di Borobudur" yang saya ambil dari buku berjudul "Rakyat Tak Percaya Parpol, Plus Minus Pilgub DKI Jakarta' yang ditulis Suprapto dan diterbitkan Februari 2013.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar